Kira-kira selama beberapa minggu terakhir ini, selain kasus MotoGP antara Valentino Rossi vs Marc Marquez di sirkuit Sepang – Malaysia, fokus perhatian saya teralihkan untuk mempersiapkan cadangan tangki air.

Perencanaan mengenai pemasangan cadangan tangki air ini telah dibuat sekitar tiga bulan sebelumnya.

Namun karena ada beberapa pemikiran tentang pemanfaatan cadangan tangki setelah tidak dibutuhkan, maka persoalannya pun menjadi sedikit rumit.

Tangki Air Utama Bocor…

Semua berawal sejak sekitar akhir Juni 2015, dimana tagihan rata-rata pemakaian air rumah saya di Bogor bertambah sebesar 20 kubik dari pemakaian rata-rata bulan sebelumnya. Setelah diperiksa, ternyata ada aliran air keluar di area sekitar tangki secara konsisten yang berasal dari dasar bagian luar tangki.

Kondisi awal pemasangan tangki air, oleh pemborong yang mengerjakannya, diletakkan tiga bilah papan untuk menahan bagian dasar tangki agar tidak bersinggungan langsung dengan permukaan dak rumah. Entah apa alasan dan tujuan sebenarnya dari penerapan cara memasang tangki air seperti itu, saya tidak diberitahukan.

Setelah 16 tahun kemudian, saya mendapatkan salah satu bilah papan kayu telah melapuk cukup parah dan menyebabkan posisi tangki “agak” sedikit miring. Dari bagian itulah terlihat air mengalir keluar. Dimana persisnya bagian yang bocor, saya masih belum mengetahuinya.

Rencana Mengatasi Kebocoran…

Penyelesaian termudah adalah mengganti tangki lama dengan yang baru. Jalur yang dulu (16 tahun lalu) digunakan untuk menaikkan tangki adalah melalui genteng rumah. Kini, jalur itu masih tetap bisa digunakan untuk menaikkan tangki baru. Tetapi, jika hal itu dikerjakan, akankah tidak menimbulkan kerusakan sama seperti 16 tahun yang lalu? Saya tidak mau mengambil resiko dengan menambah masalah baru untuk mengerjakan pilihan ini.

Saya pun memutuskan untuk memperbaikinya / menambalnya. Namun, sejauh mana tindakan perbaikan yang perlu dipersiapkan masih belum dapat diperkirakan sebelum diketahui posisi dan kondisi kerusakan yang sebenarnya. Untuk mengetahuinya, maka tangki harus dikosongkan terlebih dahulu agar bisa di-“guling”-kan.

Nah… saat semua itu mulai dan sedang dikerjakan, distribusi untuk pemakaian air dalam rumah pun harus dihentikan. Untuk berapa lama? Pemikiran inilah yang membuat saya berpendapat perlunya cadangan tangki air untuk mengakomodir pemakaian air bersih sementara selama perbaikan tangki utama dikerjakan.

Jika memang dibutuhkan cadangan tangki air, maka harus bisa dinaikkan ke dak tanpa melalui jalur genteng. Jalur yang ada dan cukup kuat untuk di lewati adalah tangga menuju ke dak. Namun, ukuran anak tangga tidak cukup lebar untuk bisa dilalui tangki air berdiameter 80 cm. Sehingga, saya harus menemukan tangki atau wadah penampungan air dengan diameter lingkaran kurang dari 80 cm.

Langsung terlintas di pikiran untuk menggunakan tangki berkapasitas 250 liter. Pada umumnya, diameter lingkaran yang dimiliki tangki berkapasitas 250 liter adalah 65 cm. Meskipun, kemudian, saya merasa tidak terlalu yakin juga bahwa tangki bisa di-lolos-kan ke dak melalui ukuran lebar anak tangga yang hanya berkisar 70 cm. Tetapi, saya melihat kemungkinan itu masih bisa dikerjakan.

Lalu, jika bisa dan sudah dinaikkan ke dak, kemudian digunakan sebagai cadangan tangki air; maka pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana kelanjutan nasib dari tangki 250 liter ini setelah tangki utama selesai diperbaiki? Apa yang bisa dimanfaatkan dengan tangki berkapasitas 250 liter?

Selain pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, ada beberapa pertanyaan-kemungkinan (what-if) lainnya yang berputar didalam pikiran saya mengenai kondisi-kondisi lain yang perlu diperkirakan sebelum pekerjaan perbaikan tangki air mulai benar-benar dimulai.

Toren Air vs Pipa PVC 10″

Lelah memikirkan semua itu, saya mencoba beristirahat sejenak dan mengalihkan pikiran pada cara mengembangkan perangkat LPF agar pemakaiannya semakin mudah dikerjakan. Terlintas sesaat untuk merancang perangkat LPF yang bisa diletakkan berdampingan dengan tangki air. Saya pun bertanya sendiri, “Mengapa tidak menggunakan pipa PVC untuk dijadikan cadangan tangki? Bukankah setelah perbaikan tangki utama selesai, pipa PVC bisa dimodifikasi menjadi filter air?”.

Saya mulai melakukan penghitungan untuk menentukan berapa besar kapasitas tangki cadangan yang dibutuhkan. Dengan menggunakan dasar : jumlah rata-rata debit air PAM yang masuk per menit dibandingkan dengan rata-rata pemakaian air terbesar per orang dalam sehari, saya mendapatkan hasil bahwa semua wadah penampung air dengan kisaran kapasitas sebesar 200 liter bisa saya gunakan sebagai tangki cadangan. Tapi ada syaratnya, yaitu pelampung air yang digunakan harus mampu menghentikan derasnya kekuatan dorongan aliran air yang di alirkan ke tangki.

Jadi, setiap terjadi pemakaian air, pengisian kembali ke dalam tangki harus terjadi dengan cepat. Jumlah air yang masuk ke tangki harus setara dengan jumlah air yang didistribusikan keluar dari dalam tangki menggunakan pompa sumur dangkal, yaitu : 35 liter per menit. Jika pelampung air yang digunakan untuk mengatur pengisian air ke tangki tidak mampu menghentikan kekuatan dorongan aliran air sebesar itu (luber), maka saya akan mendapat masalah dengan tagihan air PAM yang semakin membengkak di periode selanjutnya.

Akhirnya, saya memiliki dua pilihan wadah penampung air yang bisa dijadikan sebagai cadangan tangki, yaitu : menggunakan tangki berkapasitas 250 liter atau menggunakan satu batang pipa paralon berukuran 10″ dibagi tiga dengan kapasitas akhir sebesar 180 liter. Dilihat dari sisi fungsi, harga dan kenyamanan saat pemakaian; maka tangki 250 liter merupakan pilihan terbaik dalam mengatasi masalah ini.

Namun, apa pun ceritanya, tangki air adalah tetap merupakan tangki air. Kemampuan, kekuatan dan bentuk fisiknya; sudah dirancang sesuai batasan hanya pada tujuan menampung dan melindungi air di dalamnya. Sehingga, setelah tangki air utama selesai diperbaiki, tangki 250 liter akan tetap demikian adanya. Secara kapasitas, jumlah yang tanggung untuk bisa memenuhi kebutuhan cadangan air satu keluarga di sebuah rumah. Secara manfaat, sudah demikian adanya… hanya berupa wadah penampung air berkapasitas 250 liter saja. Tidak lebih, tidak kurang.

Sedangkan dengan pipa PVC 10″, terdapat peluang untuk saya bisa memodifikasi fungsinya menjadi filter air. Setelah membandingkan beberapa kemungkinan fleksibilitas manfaat yang bisa diterapkan pada pemakaian untuk kemudian hari setelah perbaikan toren utama selesai dikerjakan, saya memilih membeli dan merekayasa pipa 10″ untuk dijadikan cadangan penampungan air sementara.

Harga Tangki vs pipa PVC

Satu hal yang mengganjal dalam memutuskan pilihan menggunakan pipa PVC 10″ ini adalah total biaya yang sangat besar untuk menjadikannya hingga bisa berfungsi tangki penampung. Awalnya, secara harga dasar bahan antara tangki 250 liter dengan pipa PVC 10″, selisih harga sudah nampak terlihat perbedaannya yang cukup besar (4:1). Dan, setelah pipa di bagi menjadi tiga, selisih perbedaan harga pun terlihat sangat signifikan (20:3).

Lalu, apakah membuat tempat penampungan air menggunakan bahan pipa PVC 10″ akan merugikan?

Jika tujuan akhirnya hanya sampai pada tahap untuk dijadikan sama seperti fungsi tangki air pada umumnya, maka jawabannya adalah benar merugikan. Jauh lebih murah dan lebih baik untuk menggunakan wadah yang memang semestinya dibuat sebagai tangki air.

Apa yang dimaksud dengan pernyataan : “wadah yang memang semestinya dibuat sebagai tangki air”?

Tidak semua wadah penampung air bisa difungsikan untuk menjadi sama seperti sebuah tangki air yang sebenarnya. Seandainya anda berniat menggunakan wadah untuk menampung air di rumah, apakah itu berupa tangki air atau wadah penampung air lainnya (misalnya drum plastik baru / bekas), cobalah untuk mengetahui dan mempertimbangkan kekuatannya dalam mengatasi tekanan yang dihasilkan dari perilaku air dan udara.

Air yang diletakkan dalam sebuah wadah tertutup, tidak hanya menghasilkan kekuatan mendorong keluar, melainkan juga kekuatan menekan ke dalam (menghisap). Kekuatan dinding wadah penampung air harus bisa diandalkan untuk mengatasi dua kekuatan tersebut. Itu merupakan efek ketika sisa udara dalam tangki berubah menjadi “vakum” dan memiliki kekuatan mendorong atau menghisap. Saya pernah menemukan satu model tangki berbahan stainless steel yang “hampir ringsek” seperti di remas akibat tidak mampu menahan kekuatan menghisap yang dihasilkan dari udara “vakum” dalam tangki. Jika situasi seperti itu bisa merusak tangki air, bukankah wadah yang bukan dibuat khusus untuk tangki air memiliki kemungkinan lebih besar untuk menjadi rusak akibat situasi serupa?

Kualitas pipa PVC 10″ yang saya pilih, memang diperuntukkan untuk menahan kekuatan tekanan air yang cukup besar. Kalau tidak salah, setiap 1 cm bagian pipa mampu menahan kekuatan tekanan beban hingga 10 kg. Saya rasa, itulah yang membuat harga pipa menjadi mahal. Meskipun begitu, fungsi dari pemakaiannya memiliki batasan yang lebih beragam. Terutama yang berhubungan langsung dengan kekuatan untuk mengatasi efek yang dihasilkan oleh air dan udara dalam tabung, termasuk bertahan terhadap pengaruh kondisi cuaca.

Rencana selanjutnya atas pipa PVC 10″

Sebenarnya, ada beberapa pilihan yang bisa saya putuskan untuk memodifikasi pipa PVC 10″ lebih dari sekedar untuk dijadikan filter air, namun yang saat ini paling saya pahami dan sukai adalah mengubahnya menjadi filter air. Jika sebelumnya saya membuat filter yang terendam dalam bak penampungan air, kini saya mencoba menerapkannya untuk mendukung keberadaan tangki air yang diletakkan diatas lahan kering.

Adakah alasan khusus mengenai tujuan saya yang seolah begitu ter-obsesi  pada pembuatan filter air?

Sejak masa kanak-kanak, saya selalu mengagumi filter air. Teknik proses menjernihkan air yang diterapkan dalam sebuah tabung berukuran mini, memberi satu kesan tersendiri. Saya sangat menikmati proses kerja filter di akuarium dalam mengubah air kotor kembali jernih.

Meskipun demikian, sebelumnya, saya tidak memiliki ketertarikan untuk membuatnya sendiri. Anggapan saya, tindakan tersebut tidak diperlukan karena produk filter akuarium dan non-akuarium yang dijual di pasaran sudah bisa diandalkan untuk pemakaian secara umum.

Namun, rasa ketidaktertarikan itu berubah ketika saya mendapatkan kondisi air PAM di Jakarta. Anda bisa menemukan cerita selengkapnya tentang itu di artikel Membuat Filter untuk Air di Rumah. Itulah awal dimana saya mulai melibatkan dan memfokuskan diri dengan pembuatan perangkat filter.

Saya sepenuhnya menyadari, bahwa tanpa memiliki bekal pengetahuan di bidang keilmuan mengenai “water treatment“, perangkat filter air yang saya buat hanya akan berfungsi sebatas pada mengurangi tingkat populasi kandungan kotoran yang terdapat di air saja. Sulit diharapkan untuk bisa lebih dari itu.

Karena semua produk filter air di pasaran juga memiliki dasar kerja demikian, lalu, dimana keistimewaan dari perangkat filter yang telah dan hendak saya buat?

Filter air untuk orang malas…

Saya bukan tipikal orang yang suka menjalani sebuah rutinitas yang sama dalam jangka waktu lama. Bagi saya, rutinitas tidak banyak memberikan warna kehidupan yang menyenangkan. Merawat dan menjaga kinerja filter air bukan tipe aktivitas yang hanya berlangsung sekali dalam seumur hidup. Namun, selama kita masih membutuhkan air bersih.

Atas dasar itu saya memilih untuk membuat dan mengembangkan perangkat filter air sendiri. Tujuannya, tidak lain, agar filter bisa dibentuk untuk menyesuaikan dengan tipikal perilaku orang seperti saya : yang tidak paham mengenai persoalan “water treatment” dan yang tidak menyukai aktivitas bersifat rutin.

Dari beberapa produk filter air yang saya ketahui, ada satu model filter menggunakan konsep kerja penyaringan sesuai dengan harapan saya, yaitu produk filter air siap minum. Produk filter ini, memanfaatkan gaya gravitasi bumi dan jeda waktu pengendapan air sebagai faktor utama pendukung proses penyaringan.

Saya sangat tertarik pada teknik penyaringan produk filter yang tanpa menggunakan bantuan tenaga listrik seperti itu. Dalam pemikiran saya, seandainya perangkat filter seperti itu bisa dibuat sendiri untuk memenuhi kebutuhan air siap pakai (bukan siap minum) di rumah, maka akan diperoleh rangkaian tindakan penghematan yang cukup panjang. Mulai dari penghematan air atas tindakan memelihara kebersihan lingkungan sekitar di dalam dan di luar rumah hingga penghematan biaya berlangganan air PAM. Bahkan, termasuk penghematan atas biaya untuk perawatan dan pemeliharaan filter itu sendiri. Baik dari sisi pemakaian media penyaring, kebersihan fisik perangkat filter dan tenaga untuk membersihkannya.

Perangkat filter yang sebelumnya telah dibuat, saya ubah / modifikasi sebagaimana konsep produk filter air siap minum, yang (akhirnya) saya namakan dengan sebutan Low Pressure Filter (LPF).

Dari segi air hasil penyaringan selama 3 bulan pertama, kinerja filter bisa diandalkan konsistensinya tanpa saya harus terlibat sama sekali untuk membersihkan kapas penyaring. Saya pun tidak melihat ataupun merasakan adanya perubahan pada output filter akibat kotoran yang memenuhi kapas penyaring. Mungkin, itu dikarenakan kondisi kapas penyaring masih belum sepenuhnya dipenuhi kotoran.

Jadi, kalau dilihat dari sisi dasar manfaat dan fungsinya sebagai filter air, sebagian besar parameter yang saya harapkan telah bisa terpenuhi. Tinggal menunggu untuk mengetahui hingga berapa lama konsistensi fungsi menyaring kotoran dengan benar bisa bertahan, sekaligus menyempurnakan model filter agar lebih mudah untuk ditangani cara pemasangan dan perawatannya.

Jadi….

Tidak jarang kita semua mengalami situasi yang mengharuskan pada pilihan : lanjutkan atau hentikan. Atau, lebih dikenal dengan pernyataan : take it or leave it. Namun, banyak diantara kita yang mencoba mengabaikan kenyataan seperti itu dengan berbagai alasan.

Rangkaian cerita di atas tentang rencana memanfaatkan pipa PVC sebagai lakon utama untuk memperbaiki beberapa situasi yang tengah saya alami, bisa dikatakan sebagai langkah terpadu yang saya pilih dalam menyikapi apa yang telah dan sedang terjadi. Buruk-tidaknya rencana langkah untuk mengatasi situasi yang ada, hanya akan terlihat dari usaha yang saya jalani dalam menyelesaikannya. Dan, kebenaran dibalik semua itu, tidak akan pernah dapat dibuktikan jika saya tidak mulai mengerjakannya.

Jika ada yang mengatakan bahwa menjalankan rencana seperti ini akan berakhir sia-sia atau terlalu berlebihan, menurut saya merupakan hak bagi mereka untuk berpendapat. Karena, sebagian besar cerita dan artikel di blog ini, juga berasal dari rencana yang dikatakan akan berakhir sia-sia atau terlalu berlebihan jika tetap dikerjakan.

Pertanyaannya, akankah kita akan tetap tidak melakukan sesuatu apapun untuk menyelesaikan masalah yang ada karena atas dasar pendapat satu / beberapa orang yang menentang saat kita mulai mengerjakan untuk memperbaikinya? Parameter yang selalu saya gunakan adalah selama tidak melawan hukum, tidak merugikan maupun menyakiti orang lain; maka tidak ada yang salah untuk selalu tetap berusaha dan mencoba.

Semoga bermanfaat!