Air merupakan salah satu kebutuhan pokok sehari-hari yang tidak bisa digantikan fungsi, manfaat dan keberadaannya. Namun, sedikit diantara kita memiliki kesempatan untuk bisa menikmati air bersih yang benar-benar dalam kondisi layak pakai, meskipun air yang digunakan berasal dari PDAM setempat. Dimana, seharusnya, sudah memiliki kualitas standar layak untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari diluar kebutuhan untuk kita minum.
Penilaian atas standar kualitas layak pakai dari air yang kita pakai sehari-hari di rumah adalah harus tidak berbau dan harus tidak berwarna. Sangat mudah dan sederhana, bukan? Jadi, kita bisa langsung mengetahui kualitas layak pakai air cukup hanya dengan melihat fisik dan membaui-nya. Tetapi, meskipun air yang saat ini kita peroleh tidak berbau dan terlihat jernih, belum tentu menandakan air tersebut sepenuhnya bebas kotoran.
Pernyataan tersebut terdengar seperti mengada-ada. Bagaimana air yang terlihat jernih bisa dikatakan kotor? Seberapa parah kotoran bisa terkandung dalam air yang terlihat jernih?
Nah…, air dengan kondisi seperti itulah yang saya dapatkan dari PDAM Jakarta. Artikel ini menceritakan bagaimana saya mencoba membuat perangkat penyaring kotoran dalam air (filter air) yang sekiranya bisa digunakan untuk mengurangi jumlah kotoran halus di dalam air.
Membuat filter air sederhana di bak mandi…
Di rumah saya (Jakarta), ada dua bak penampungan air, yaitu bak utama untuk menampung air PDAM saat pertama kali masuk rumah (bak tanam) dan bak mandi. Semua kebutuhan air di dalam rumah, termasuk air bak mandi, berasal dari bak tanam yang disalurkan menggunakan pompa sumur.
Ketika pertama kali mendapatkan kondisi bak mandi yang baru dua hari dibersihkan telah kembali kotor, saya cenderung menganggap hal tersebut sebagai sebuah kondisi yang bersifat sementara.
Saya pun membuat filter air sederhana, sebagaimana nampak pada gambar, yang diletakkan dalam bak mandi dan langsung disambung ke keran air. Kapas filter yang menjadi media penyaring kotoran, dapat bertahan selama 2 minggu untuk setiap kali setelah dibersihkan.
Setelah dibersihkan pada ketiga kalinya (minggu ke-6 sejak pertama kali digunakan), elastisitas kapas pun melemah. Kemampuan untuk menahan kotoran yang tersangkut di sela-sela serat dari semburan air kian berkurang. Sehingga, kapas perlu diganti dengan yang baru setiap setelah melewati tiga kali pencucian.
Penyebab melemahnya elastisitas serat kapas filter itu dikarenakan posisi kapas diletakkan menghadang air yang menyembur keluar melalui keran. Disamping itu, kotoran yang menempel pada serat kapas menjadi sangat sulit dibersihkan. Kapas berubah warna menjadi kecokelatan. Menggunakan pemutih pakaian agar bisa mengembalikan warna kapas bisa kembali putih seperti semula, tidak banyak membantu. Bahkan pemutih turut berperan memperlemah kekuatan elastisitas serat kapas.
Setelah beberapa bulan mendapatkan kondisi air tetap sama seperti semula, saya mengambil kesimpulan bahwa hal itu akan terus berlangsung dalam waktu cukup lama. Mungkin selamanya akan tetap demikian.
Di sisi lain, saya pun sempat menjadi bingung.
Air dari PDAM terlebih dulu ditampung masuk ke bak tanam. Dalam hal ini, berarti terdapat jeda waktu dimana kotoran yang terbawa bersama air untuk mengendap di dasar bak tanam. Dan, memang benar terlihat ada kotoran mengendap disitu. Lalu, kotoran seperti apa yang sebenarnya dan darimana asalnya hingga kemudian bisa mengendap di bak mandi?
Debu air…
Anda mungkin pernah melihat film di TV yang bercerita tentang kehidupan di bawah laut. Biasanya, untuk menerangi tempat yang gelap di dasar laut, para penyelam menggunakan senter “halogen”. Pada rentang cahaya lampu senter dalam air, kadang terlihat “titik-titik” seperti kotoran ber-lalu-lalang melaluinya.
Kita bisa menggunakan cara yang sama untuk mengetahui tingkat kejernihan air dalam bak mandi di rumah… tentu saja, tidak perlu dengan sambil menyelam.
Arahkan cahaya senter hingga menyentuh dasar bak mandi, maka akan terlihat seberapa besar kuantitas kotoran yang melayang-layang dalam air.
Kotoran seperti itulah yang saya dapatkan pada air bak mandi di rumah setiap saat baru diisikan. Jika didiamkan dalam waktu 24 jam, “titik-titik” kotoran dalam air ini akan mengendap di dasar bak. Berwarna kecoklatan dan mudah “tergerak” oleh gerakan di dalam air. Karena bentuknya yang sangat halus dan ringan, saya menyebutnya dengan nama “debu air”.
Mungkin, karena sifatnya yang sangat halus dan ringan inilah menjadikan debu air di bak tanam ikut terbawa masuk bersama air yang di hisap oleh pompa. Meskipun berjarak 20 cm antara moncong pipa penghisap dengan endapan kotoran, kekuatan daya hisap pompa telah membuat pergerakan di bawah permukaan air yang menjadikan endapan kembali terurai. Dengan begitu, air yang di hisap pompa dan didistribusikan ke dalam rumah akan tetap mengandung kotoran.
Dari keberadaan kotoran yang mengendap di bak tanam dan kotoran yang terbawa masuk mengendap di bak mandi, saya rasa, anda pun bisa membayangkan besarnya jumlah debu dalam air yang didistribusikan PDAM ke rumah saya. Memang tidak ada pilihan lain, kondisi kualitas air yang demikian tetap harus diterima. Namun, tidak ada salahnya untuk mencoba memperbaiki “sedikit kualitas” air yang ada agar merasa lebih nyaman saat menggunakannya.
Saya pun mengalihkan fokus perhatian untuk menempatkan filter air di bak tanam. Seandainya air di bak tanam bisa dikondisikan menjadi lebih bersih, otomatis seluruh air yang masuk ke jaringan pipa ledeng di dalam rumah akan sama kondisinya. Termasuk juga air yang diisikan ke dalam bak mandi.
Pengalaman memelihara ikan hias…
Dulu, saya pernah memiliki kegiatan / hobi memelihara ikan hias di akuarium. Disitu saya pertama kali mengenal dan memberi istilah “debu air”. Yaitu kotoran ikan yang terurai sangat halus dan beredar di dalam akuarium. Uraian kotoran-kotoran itu, melayang dalam air mengikuti gerak aktivitas berenang dari ikan. Semakin tinggi dan banyak gerak aktivitas berenang yang terjadi, maka air akan semakin keruh.
Kekeruhan air ini bisa kembali jernih (meski tidak diganti) seandainya semua ikan dipindahkan dan semua perangkat akuarium pembuat gerakan aliran air dalam akuarium dimatikan. Kotoran yang beredar akan mengendap di dasar akuarium, namun akan kembali beredar jika ikan dan semua perlengkapan akuarium di kembalikan kedalamnya.
Belajar dari kejadian itu, saya mendapat satu gambaran sulitnya untuk mengatasi “debu air” selama masih terdapat sumber yang menyebabkan pergerakan di bawah permukaan air. Pemakaian filter akuarium se-canggih apa pun, tidak akan mampu bertahan menjaga kondisi air dalam akuarium tetap bersih dari debu air yang dihasilkan kotoran ikan lebih dari dua minggu. Terlebih lagi untuk ikan hias jenis “koki” yang mampu membuat air menjadi keruh dalam waktu kurang dari 1 minggu.
Dengan demikian, sudah jelas konsekuensi yang harus dijalani dari menggunakan filter akuarium untuk menjadikan kondisi air tetap terjaga kebersihannya. Kapas penyaring dalam tabung filter, harus sering dibersihkan untuk menjaga ketersediaan ruang di antara serat kapas. Sehingga, tetap tersedia tempat / ruang kosong di antara serat kapas untuk menampung dan menahan kotoran yang masuk bersama aliran air.
Jika kotoran di kapas penyaring dibiarkan tidak dibersihkan, kotoran yang masuk bersama aliran air akan kembali keluar. Jadi, kebersihan kapas penyaring mutlak untuk benar-benar dijaga kondisinya. Kalau tidak, proses perputaran air masuk keluar tabung filter akan menjadi sia-sia.
Kondisi air dalam bak tanam di rumah saya mirip layaknya sebuah akuarium yang dihuni banyak ikan. Meskipun tidak selalu berbau, kotoran baru berupa debu air akan dihasilkan setiap hari bersamaan dengan air baru yang masuk ke dalam bak, sama seperti debu air yang dihasilkan kotoran dari banyak ikan dalam akuarium.
Dampak pada efisiensi pemakaian air…
Jika saya menggunakan filter air yang memiliki konsep kerja sama dengan filter akuarium untuk membersihkan kotoran di bak tanam, berarti, konsekuensinya sudah jelas bahwa saya harus sering membersihkan kapas penyaring agar filter tetap dapat bekerja secara maksimal.
Pertanyaan yang kemudian muncul di benak saya adalah untuk berapa hari / minggu sekali filter harus dibersihkan?
Atau, adakah alternatif produk filter air yang memiliki konsep kerja tidak sama dengan filter akuarium?
Sayangnya, saya sama sekali tidak memiliki gambaran atau referensi mengenai filter air untuk kepentingan rumah tinggal.
Namun saya memahami kalau perangkat filter air yang dibutuhkan adalah sebuah produk filter dengan biaya perawatan lebih murah daripada biaya membersihkan bak mandi sebanyak 2 kali seminggu dan, yang terpenting, filter tidak perlu untuk sering dibersihkan.
Mengapa dibutuhkan produk filter air dengan fitur seperti itu?
Dasar yang menjadi pertimbangan dan perhitungan adalah mengurangi/meminimalkan aktivitas membersihkan bak mandi yang harus dilakukan sebanyak 2 kali setiap minggunya. Kalaupun itu harus dikerjakan, bukan berarti ada pengecualian dengan kondisi air yang boleh untuk menjadi tidak bersih.
Tingginya frekuensi aktivitas membersihkan bak mandi dan bak tanam, merupakan contoh situasi yang bisa dilihat dan didefinisikan secara nyata dari pemakaian air yang tidak efisien. Dibutuhkan waktu, tenaga dan biaya untuk mengerjakan semua itu.
Nilai tersebut tidaklah terlihat berarti seandainya dihitung hanya pada satu kali tindakan membersihkan kotoran saja. Tetapi, jika diakumulasikan selama setahun, maka nilainya bisa mendekati dengan biaya pemakaian rata-rata berlangganan air selama ± 3 bulan. Dengan kata lain, ada “biaya ekstra” harus dikeluarkan yang sebenarnya diluar tanggung jawab dan kewajiban sebagai pelanggan.
Jadi, tidak hanya sekedar pemakaian air saja. Tetapi juga berdampak pada waktu, tenaga dan biaya yang menjadi tidak efisien. Dan “biaya ekstra” yang selama ini dikeluarkan adalah sama dengan satu bentuk “dukungan dana untuk memboroskan” pemakaian air yang di-maklum-kan.
Menentukan alternatif pengganti media penyaring…
Saya pernah membaca, sumbernya lupa dimana, yang kira-kira menyatakan kalimat sbb. :
Teknik terbaik memisahkan kotoran dalam air adalah dengan cara mengendapkan air itu sendiri selama waktu tertentu.
Memang benar, dan saya telah mengalaminya secara tidak sengaja ketika dulu memelihara ikan di akuarium.
Kotoran dalam air, bagaimanapun bentuknya, merupakan benda padat yang memiliki berat lebih besar dari air. Demikian juga halnya dengan debu air. Debu air, meskipun mampu melayang-layang dalam air, memiliki berat jenis lebih besar dibandingkan air. Penyebab utama debu air melayang-layang dalam air dikarenakan adanya pergerakan di bawah permukaan air.
Pergerakan di bawah permukaan air yang berkesinambungan, akan menciptakan efek gelombang yang bergerak secara teratur ke segala arah di dalam air. Dengan kata lain, debu air akan diam berhenti melayang-layang jika tidak ada pergerakan di bawah permukaan air. Seandainya kondisi tanpa pergerakan di bawah permukaan air bisa dipertahankan dalam waktu cukup lama, maka debu air akan turun dengan sendirinya.
Jika teknik mengendapkan air untuk memisahkan kotoran ini bisa dimodifikasi dan dimasukkan ke dalam tabung filter, maka filter akan tetap berfungsi dengan baik dalam membersihkan air selama masih ada ruang untuk mengendapkan kotoran.
Mari kita tinggalkan dulu sejenak alternatif ini.
Menentukan alternatif pengganti pompa celup…
Seandainya perilaku media penyaring yang hendak dibuat membutuhkan ketenangan air, berarti, keberadaan pompa celup sebagai sarana pendukung untuk mengatur lalu-lintas aliran air di dalam tabung filter, harus dihilangkan. Karena penggunaan pompa celup akan membuat kondisi air menjadi terus aktif bergerak.
Pompa celup, seperti yang biasa anda temukan terpasang di akuarium, merupakan perangkat terbaik yang dapat digunakan untuk memaksa air bergerak memasuki tabung filter. Air akan masuk secara konsisten ke dalam tabung. Setiap kotoran yang terbawa masuk bersama aliran air akan terus tersaring dan diam di dalam tabung. Sehingga, air yang dikeluarkan dari dalam tabung sudah pasti dalam kondisi relatif lebih bersih dari sebelum masuk ke dalam tabung.
Lalu, bagaimana caranya agar air dapat masuk berulang kali ke dalam tabung filter tanpa bantuan pompa celup yang mengarahkannya?
Saya mencoba alternatif dengan menggunakan tabung filter air tambahan sebagai pengganti pompa celup. Sehingga, proses penyaringan air berlangsung secara estafet melalui beberapa tabung filter yang diparalelkan.
Jadi, air keluaran dari pipa PDAM langsung dialirkan dan disaring di tabung filter pertama. Air hasil penyaringan ini dimasukkan ke dalam tabung filter kedua untuk kembali disaring. Dan, air hasil dari tabung filter kedua dialirkan masuk tabung filter ketiga untuk dilakukan proses yang sama.
Dengan demikian, air yang keluar setelah melewati tabung filter terakhir, setidaknya diharapkan, memiliki kandungan debu air sesedikit mungkin ketika masuk dan bercampur dengan air dalam bak tanam.
Menyatukan kedua alternatif menjadi satu paket…
Kini, ada dua alternatif yang bisa dijadikan dasar untuk membuat satu produk filter air, yaitu :
- menjadikan tabung filter sebagai wadah untuk mengendapkan kotoran
- menggunakan beberapa tabung sebagai wadah proses menyaring kotoran.
Tinggal dipikirkan bagaimana cara menggabungkan kedua alternatif tersebut agar bisa menghasilkan air (yang relatif lebih) bersih.
Setelah melamun dan berkhayal, seperti di bawah inilah kira-kira konsep kerja filter yang terbayang di kepala saya :
Jika air dari PDAM diarahkan langsung ke dalam tabung filter, maka tidak selamanya air dalam tabung dalam keadaan terus mengalir. Karena aliran baru akan terjadi ketika ada pemakaian oleh penghuni rumah. Seandainya arah aliran air dalam tabung ini dapat disebar, maka kekuatan gelombang yang semula terfokus akan ikut tersebar. Sehingga, begitu aliran air berhenti karena tidak ada pemakaian, kondisi air dalam tabung lebih cepat menjadi tenang. Hal ini memberikan satu kondisi dimana kotoran bisa lebih cepat turun dan mengendap.
Kapas penyaring, bisa difungsikan sebagai bahan / media pemecah fokus aliran air yang sangat efektif. Dengan begitu, seraya menyebarkan fokus kekuatan aliran air, kotoran akan dihadang dan ditampung oleh kapas penyaring saat terjadi aliran air dalam tabung. Ketika tidak ada pemakaian air, maka aliran air dalam tabung akan turut berhenti. Dalam kondisi tidak ada pergerakan di dalam air, kotoran yang masih melayang-layang diharapkan akan turun mengendap di dasar tabung dengan sendirinya.
Jadi, sebagian besar ruang dalam tabung, difungsikan sepenuhnya sebagai penyaring. Sehingga, air yang ada di sekitar permukaan, kondisinya bisa dipastikan jauh lebih bersih sebelum dialirkan ke tabung selanjutnya. Seandainya proses ini dikerjakan hingga beberapa kali untuk air yang sama di tabung berbeda, maka air hasil penyaringan terakhir bisa beberapa kali lipat lebih bersih kondisinya.
Membuat filter air bertekanan rendah…
Dalam bayangan saya, untuk bisa menciptakan kondisi proses penyaringan air seperti itu, dibutuhkan wadah yang nantinya berfungsi sebagai tabung filter dengan bentuk fisik cukup besar dan tinggi. Bentuk fisik yang demikian, menurut saya, bisa memberi ruang cukup luas untuk keperluan menjinakkan gerak debu air di bagian tengah hingga atas tabung.
Jika pergerakan air di area tengah tabung bisa diperlemah, otomatis memberi kecenderungan debu air untuk turun ke dasar tabung. Di dasar tabung, saya sisakan sedikit ruang untuk menampung endapan debu air yang sarat dipenuhi dengan media penghambat / peredam timbulnya pantulan gelombang dalam air dari bagian atas tabung. Dengan demikian, debu air yang telah mengendap di dasar tabung bisa terhalang untuk kembali bergerak akibat terusik efek gelombang dari aliran air di atasnya.
Saya menggunakan satu batang pipa paralon berdiameter 6 (enam) inci (standar panjang 4 meter) lalu memotongnya menjadi 4 bagian. Hanya tiga dari empat potongan pipa tersebut yang saya gunakan. Sisa satu potong pipa yang ada memang sengaja dijadikan cadangan. Ketiga potong pipa, masing-masing, dibuatkan lubang di dindingnya untuk jalur air masuk dan keluar. Posisi masing-masing lubang sejajar dan berada sepertiga di bawah tepi bagian atas pipa.
Untuk selanjutnya, penamaan dari ketiga potongan pipa ini saya sebut sebagai tabung (filter).
Ilustrasinya seperti gambar di bawah ini :
Pada tabung pertama, terdapat dua lubang yang digunakan sebagai sarana jalur air masuk. Sebenarnya, hanya satu lubang jalur air masuk saja sudah cukup. Tujuan dibuat seperti itu adalah untuk memudahkan menyesuaikan letak posisi penampung air keluaran PDAM dari pelampung. Pada tabung terakhir, dibuat beberapa jalur keluaran air dengan ketinggian berbeda. Ini berfungsi untuk menyesuaikan tekanan dari ketinggian air di luar tabung.
Di dalam setiap tabung filter, ditambahkan pipa paralon berukuran 0,5 inci (ukuran pipa air yang umumnya digunakan) untuk mengarahkan aliran air langsung ke area dasar tabung. Moncong pipa yang menjadi sumber keluaran air dibelokkan mengarah ke atas dan posisinya lebih tinggi ± 5 cm dari dasar tabung. Tujuannya untuk menjadikan area ini sebagai tempat debu air mengendap dalam waktu relatif cukup lama.
Di dasar tabung, diletakkan kelereng / gundu sebanyak satu mangkuk bakso sebagai media penghambat gelombang air. Keadaan yang demikian akan memperkecil kemungkinan endapan debu air yang telah bersembunyi di dasar kembali muncul akibat terusik gelombang hasil pantulan gerakan aliran air yang keluar dari moncong pipa keluaran.
Tepat beberapa sentimeter dari moncong pipa keluaran, diletakkan kapas filter yang berfungsi menahan fokus semburan air. Karena kondisi kapas filter yang tidak padat, otomatis akan memecah / menyebarkan fokus semburan air ke berbagai arah. Jadi, selain untuk menghambat kotoran, kapas filter cenderung difungsikan sebagai peredam kekuatan tekanan air yang menerpanya.
Di atas kapas filter ini, diletakkan kapas filter kedua sebagai lapisan penghadang debu air agar sulit merayap lebih tinggi ke area permukaan air. Lapisan kapas filter yang kedua ini, turut berperan memperlemah pergerakan air di bawahnya. Sehingga, pergerakan debu air pun menjadi lebih terkendali dan cenderung diam saat telah tersangkut pada serat kapas.
Ilustrasi posisi dari gundu dan kapas penyaring di setiap tabung seperti gambar di bawah ini :
Ketiga tabung filter tersebut diletakkan terendam di dalam bak tanam. Mirip seperti filter air yang di celupkan di dalam akuarium. Sebenarnya, menempatkan ketiga tabung di luar bak penampungan akan lebih mempermudah dalam pemeliharan dan perawatan. Namun, sulit merealisasikannya karena tekanan air dari PDAM terlalu lemah.
Untuk mencegah kebocoran / keluarnya air kotor dari dalam tabung, setiap sambungan-pipa pada setiap lubang jalur air masuk ke tabung pertama dan setiap sambungan-pipa penghubung antar tabung, cukup di-lilit dengan salotip pipa (berwarna putih). Tidak dibutuhkan lem PVC.
Disinilah keuntungan dari kondisi tabung filter yang terendam. Tingkat kebocoran tidak menjadi sebuah hal yang penting untuk diperhatikan. Kekuatan tekanan air di luar tabung akan menekan kemungkinan keluarnya air kotor dari sela-sela lubang sambungan-pipa.
Produk filter ini, kemudian, saya namakan sebagai Filter Air bertekanan Rendah (Low Pressure Filter). Dimana maksud dari kata “bertekanan rendah” tersebut mengacu pada konsep kerja filter yang tanpa menggunakan bantuan pompa. Atau, kondisi air di setiap tabung “hampir” tanpa dorongan / tekanan.
Hasilnya…
Setelah selama 2 (dua) bulan pemakaian, keluaran air yang dihasilkan cukup bersih. Endapan debu air yang biasanya sudah terlihat dalam dua hari, kini menjadi dua minggu kemudian setelah bak mandi dibersihkan. Kondisi tersebut berlangsung secara konsisten selama dua bulan (8 minggu) pemakaian air.
Begitu juga saat memasuki bulan ketiga (minggu ke-9) semenjak filter digunakan. Masih tetap sama seperti minggu-minggu sebelumnya. Namun, kondisi kapas penyaring di tabung pertama terlihat seperti “seonggok lumpur sawah”, terselimuti sepenuhnya dengan debu air.
Penasaran akan bagaimana kinerja filter yang sebenarnya selama dua bulan terakhir, kapas pun saya angkat dan bersihkan.
Sayangnya, saya tidak mendokumentasikan kapas filter yang nampak seperti “seonggok lumpur sawah” tersebut. Karena memang baru pertama kali dan tidak memiliki pengalaman dalam mengerjakan hal seperti ini, saya menjadi kebingungan saat menemukan kondisi kapas filter yang benar-benar sangat kotor. Tidak ada persiapan dan tidak ada orang lain yang ikut membantu, semua dikerjakan sendiri.
Sehingga, saya sudah sangat merasa lega begitu berhasil mengeluarkan kapas filter dari dalam paralon. Tidak peduli lagi akan perlunya mendokumentasikan momen tersebut.
Nampak kelenturan serat kapas filter sama sekali tidak berubah setelah dibersihkan walau hanya dengan cara dibilas dengan air saja (tanpa bahan pembersih tambahan). Mungkin, dikarenakan lemahnya kekuatan aliran air di dalam Tabung-Filter. Ditambah juga kapas yang digunakan memiliki tingkat kerapatan serat agak jarang (kapas filter murah). Sehingga, debu air yang menempel pada serat kapas sangat mudah terlepaskan.
Mengenai pemakaian kapas filter murah memang sengaja digunakan yang seperti itu. Bukan masalah harga, tetapi fungsi utama kapas filter disini adalah meredam gelombang di dalam air. Kapas dengan kerapatan serat tinggi tidak dapat bisa diandalkan untuk tugas seperti itu. Malahan akan membuat jalur aliran air lebih cepat terhambat oleh kotoran yang berhasil ditahan dalam waktu relatif singkat.
Hanya kapas penyaring di tabung pertama saja yang dibersihkan dan kembali di pasangkan ke dalam tabung. Kapas penyaring di dua tabung lainnya dibiarkan saja. Air kotor dalam tabung pertama pun dibiarkan / tidak dikuras.
Minggu ketiga di bulan ketiga (minggu ke-12), semuanya masih tetap sama meskipun kapas filter tabung pertama telah dibersihkan. Tidak ada perubahan apa-apa. Endapan debu air tetap nampak dua minggu kemudian begitu setelah bak mandi dikuras.
Karena belum diketahui untuk waktu berapa lama kondisi seperti itu bisa berlangsung, akhirnya saya putuskan untuk beristirahat sejenak dan membiarkan semuanya berjalan apa adanya saja. Tanpa dipantau.
Ingatan yang benar-benar menggumpal dikepala saya pada saat itu adalah perlu ada modifikasi atau teknik tambahan untuk mempermudah cara perawatan kapas penyaring dalam tabung-tabung filter tersebut. Karena diletakkan terendam di dalam bak tanam, saya mendapat kesulitan dalam mengangkat dan mengembalikannya ke dalam tabung filter. Ketinggian air dalam bak harus disurutkan terlebih dulu untuk memudahkan tindakan tersebut.
Total perkiraan biaya pembuatan filter…
Biaya terbesar yang harus dikeluarkan untuk membuat produk filter air seperti ini terletak pada pembelian satu batang pipa paralon berukuran 6 inci (kira-kira Rp. 400.000,- an). beserta dop-nya (penutup pipa di bagian bawah). Harga flocksock 0,5 – 2 inci juga lumayan mahal. Saya tidak bisa memerinci secara detail semua biaya yang telah dikeluarkan. Semua pembelian bahan yang dibutuhkan, dilakukan secara bertahap (dicicil). Perkiraan kasar dari total seluruh biaya hingga produk te-rangkai seperti gambar di atas adalah Rp. 1.000.000,- (termasuk 8 bungkus kapas filter dan 3 mangkuk bakso kelereng).
Harga yang relatif cukup mahal… Namun, dari hasil yang saya dapatkan, harga sebesar itu adalah pantas. Bisa menggantikan waktu, tenaga dan biaya untuk membersihkan bak mandi 2 kali seminggu menjadi 2 minggu sekali, sangat terasa besar perbedaan dan manfaatnya bagi saya.
Karena hanya untuk kebutuhan “menyaring” kotoran dalam air, bukan “memurnikan” air, maka biaya tambahan yang harus dikeluarkan untuk selama masa pemakaian, boleh dibilang relatif sangat kecil, yaitu biaya air untuk membersihkan unit filter secara berkala (terutama kapas penyaring) dan mengganti kapas penyaring baru yang mungkin satu – dua tahun sekali baru dilakukan.
Pilihan menggunakan pipa paralon (PVC) sebagai bahan untuk tabung filter karena peruntukan pipa paralon memang dibuat untuk memenuhi kebutuhan yang berhubungan dengan air. Setidaknya, hal itu bisa menepis kekhawatiran bahwa bahan yang digunakan dapat memengaruhi kualitas dasar air. Selain itu, saya memerlukan bentuk fisik wadah berbentuk tabung yang cukup tinggi dan bisa dimodifikasi sedemikian rupa untuk menyesuaikan kondisi sekitar. Pipa paralon adalah satu-satunya bahan yang sangat mudah diperoleh di pasaran dan memiliki semua syarat yang dibutuhkan untuk memenuhi keperluan tersebut.
Hal lain yang perlu di perhatikan…
Dalam penerapannya, produk filter air ini membutuhkan kapasitas bak tanam yang cukup besar. Ini disebabkan karena aliran air yang masuk ke dalam tabung harus memiliki tekanan yang rendah. Kuantitas air yang dihasilkan per menit agar produk ini bisa menghasilkan kualitas air seperti yang saya ceritakan di atas adalah 3-5 liter per menit. Sangat rendah… Dibutuhkan waktu sekitar 1 s/d 1,5 jam untuk mengisi kembali pemakaian air sebanyak 375 liter dari bak penampungan.
Untuk itu, dibutuhkan bak tanam dengan minimal kapasitas dua kali jumlah pemakaian air dalam sehari. Fungsinya untuk menutupi jumlah pemakaian air selama masa pengisian kembali belum terpenuhi. Karena, lama waktu pengisian kembali sangat tergantung dari kestabilan tekanan pasokan air dari PDAM.
Perhitungan nilai kapasitas bak tanam yang dibutuhkan ditentukan dari jumlah orang yang tinggal sebagai penghuni rumah. Dengan asumsi pemakaian air untuk satu orang = 233 liter per hari, maka dibutuhkan tambahan kapasitas sebesar minimal 233 liter. Sehingga, total kapasitas bak tanam yang dibutuhkan untuk satu orang adalah 466 liter.
Jika dalam satu rumah ditinggali oleh 4 orang, maka kapasitas bak tanam harus sebesar 233 x 4 x 2 = 1864 liter. Lama waktu yang dibutuhkan untuk pengisian kembali dari total jumlah air yang digunakan dalam sehari adalah (932 / 5) / 60 menit = 3 jam 7 menit.
Di rumah saya, tekanan air setiap harinya memiliki kecenderungan semakin mengecil saat siang hari. Sehingga, waktu yang dibutuhkan untuk pengisian kembali semakin lama. Oleh sebab itu, kapasitas bak tanam lebih besar 2 kali lipat dari yang dibutuhkan sangat perlu diusahakan keberadaannya untuk mengakomodir kondisi tidak terduga dari air yang ada di rumah.
Jadi, jika anda berniat untuk membuat produk filter air ini, perlu diperhitungkan terlebih dulu bak tanam dengan kapasitas sesuai dengan kebutuhan dua kali pemakaian air di rumah anda setiap harinya.
Efektivitas perangkat secara umum…
Kotornya air yang biasa digunakan sehari-hari, mungkin dialami oleh banyak orang di banyak tempat. Sedangkan, situasi tempat menyimpan air di setiap rumah berbeda-beda. Keberadaan bak tanam seperti di rumah saya, mungkin, hanya satu rumah yang memiliki kemiripan dari seribu rumah yang mengalami kasus air kotor.
Apakah model filter air DIY ini bisa dimodifikasi untuk digunakan dan diletakkan tidak terendam di air?
Saya belum mencobanya, tetapi secara logika hal itu mungkin dan bisa dikerjakan. Dibutuhkan perangkat keran air berpelampung yang diletakkan di dalam tabung filter sebagai pengganti pelampung air dalam bak. Selain itu, dibutuhkan lem PVC di beberapa bagian tabung agar air dalam tabung tidak bocor. Mungkin, setiap bagian luar permukaan tabung filter perlu dilapisi dengan “aluminium foil” untuk memperkecil radiasi ultraviolet dari pantulan cahaya matahari.
Faktor pendukung utama yang harus diperhatikan dalam menggunakan filter air DIY ini agar bisa berfungsi sebagaimana mestinya adalah tekanan air sebelum masuk ke dalam filter harus lemah dan harus diletakkan terlindungi dari sinar matahari. Produk ini tidak bisa digunakan / digabungkan dengan pompa (mis. air langsung di semprotkan dari sumur ke dalam tabung filter) dan diletakkan di area yang langsung terkena sinar matahari.
Filter air DIY ini bertahan selama 7 (tujuh) bulan sebelum akhirnya dimodifikasi dan dikembangkan. Selama selang waktu tersebut banyak hal baru untuk saya pahami, pelajari dan kerjakan. Disitu, muncul beberapa ide yang sekiranya dapat diterapkan untuk mempermudah tahap pemeliharaan serta meningkatkan kualitas proses penyaringan air.
Anda dapat ulasan perkembangan dan modifikasi model perangkat filter air bertekanan rendah ini di artikel Low Pressure Filter (LPF)
Semoga bermanfaat! 🙂