Sebelum mempublikasikan artikel terjemahan “Semua tentang SEO di WordPress“, ada sedikit keraguan di pikiran saya. Apakah artikel terjemahan tersebut masuk dalam kategori tindakan menjiplak / menduplikasi? Jika benar demikian, maka situs / blog ini (listrikdirumah.com) akan dikategorikan sebagai situs penjiplak (scraper) oleh Google. Konsekuensinya, situs ini akan di-“singkir”-kan dari Google SERP (Search Engine Result Page – halaman hasil pencarian).

Berdasarkan adanya keraguan tersebut, saya mencoba mencari hal apa yang menjadi dasar kategori tindakan menjiplak / menduplikasi dari sebuah artikel.

Kesimpulan yang diperoleh, kira-kira seperti ini :

Untuk terhindar dari kategori sebagai penjiplak artikel, tindakan terbaik yang harus dikerjakan adalah meminta ijin untuk menulis ulang (copy-paste) kepada pemilik artikel asli. Cara lainnya adalah minimal harus menyertakan keterangan sumber referensi /  tautan dari artikel asli. Namun demikian, tindakan tersebut hanya dapat dikerjakan dengan syarat situs yang menjadi sumber tidak memiliki keterkaitan bisnis apa pun dengan pihak-pihak lain di dunia maya (situs / blog gratis).

Walau pun secara teori diperbolehkan, pada penerapannya, cara copy-paste sangat tidak diperkenankan dengan tujuan dan alasan apa pun. Lebih dianjurkan untuk menuliskan beberapa kalimat pengantar yang menjelaskan isi artikel asli, kemudian menyertakan link / tautan dari artikel asli tersebut.

Melakukan tindakan copy-paste akan dikategorikan sebagai scraper. Arti kata scraper disini dalam bahasa Indonesia mirip dengan pengertian pen-jiplak / pen-duplikasi. Secara harfiah, kata “scrapbook” berarti buku dengan halaman kosong yang dipenuhi tempelan kliping koran, baik berupa artikel tulisan maupun gambar. Saya mengistilahkan situs berisi konten hasil men-jiplak / men-duplikasi dari situs lain dengan sebutan “scrapsites” dan pemiliknya sebagai “scraper”.

Kasus duplikasi konten / artikel sudah sejak lama menjadi hal sensitif dan abu-abu di dunia maya. Sulit untuk menentukan batasan yang jelas mengenai duplikasi artikel. Salah satu metode yang cukup “valid” untuk dipakai sebagai penentu keaslian sebuah artikel adalah pengenalan tutur-kata dan kalimat yang tertulis pada artikel bersangkutan. Ide boleh sama, namun dalam tutur-kata cara penyampaiannya sangat ditentukan dari lingkungan, jenis pendidikan dan sudut pandang si pemilik ide. Jadi, sangat kecil kemungkinan untuk mendapatkan dua artikel dengan ide sama memiliki tutur-kata penyampaian dengan urutan yang sama. Kecuali, salah satu diantaranya melakukan tindak duplikasi!

Google dan SERP-nya

Google sebagai salah satu penyelenggara mesin pencari (Search Engine), sangat memperhatikan kasus duplikasi artikel yang muncul di halaman hasil pencarian mesin-nya. Tindakan ini dilakukan karena Google sangat mengkhawatirkan rekan bisnis usaha-nya dirugikan atas tindakan tidak bertanggung jawab. Biasanya, tindakan seperti itu dilakukan oleh pemilik situs yang mencari keuntungan lebih dari hasil pemasangan iklan di situs milik mereka sendiri. Atau, bisa juga pemilik situs lain yang menginginkan porsi keuntungan pendapatan dari situs saingannya.

Hal itulah yang menjadi salah satu alasan (cepat atau lambat) situs / blog dengan duplikasi artikel akan di-“singkir”-kan dari Google SERP. Baik artikel yang di duplikasi maupun alamat situs / blog yang mengusungnya. Lebih parah lagi, situs pengusung tersebut tidak dapat di-akses lagi oleh pemiliknya karena di blokir oleh penyelenggara situs akibat melakukan tindak pelanggaran hak cipta dan dianggap sebagai situs penjiplak. Bagaimana Google dapat membedakan keaslian dari dua artikel identik secara akurat? Metode yang saya ketahui (secara tidak sengaja) selain dari tinggi-rendahnya prosentase perbandingan tingkat kesamaan isi antar artikel adalah dengan membandingkan tanggal publikasi pertama kali dilakukan dari masing-masing artikel. Kedua data tersebut adalah informasi paling terpercaya untuk mengetahui situs mana yang menjadi pemilik artikel asli.

Search Engine sebagai sarana publikasi

Mengalami menjadi korban scraper, membuat saya sedikit mengerti besarnya peran mesin pencari dalam mem-populer-kan keberadaan sebuah situs / blog. Walau pun telah banyak beredar “social-media” seperti Facebook atau Twitter sebagai sarana alternatif dalam mem-populer-kan artikel / blog / situs, biar bagaimana pun juga, mesin pencari adalah sarana terbaik untuk meraih keberhasilan dari tujuan tersebut. Karena tidak dibutuhkan status keanggotaan atau keunikan apa pun untuk bisa menggunakan mesin pencari. Dengan browser yang telah tersedia di setiap komputer, maka setiap orang dari segala lapisan penjuru dunia dapat menggunakan mesin pencari cukup hanya dengan memasukkan kata kunci pada browser.

Adalah sebuah omong-kosong jika seorang blogger atau pembuat situs jaringan menyatakan tidak memiliki ketergantungan dengan mesin pencari sebagai sarana publikasi. Pemilik situs mana pun pasti berharap atas respon mesin pencari dalam menampilkan alamat situsnya di SERP untuk setiap kata kunci yang berhubungan dengan keberadaan situs mereka. Begitu penyelenggara mesin pencari (Google, Yahoo, Bing, Ask dll.) menghilangkan link / tautan sebuah blog / situs dari daftar SERP mereka, maka dapat dipastikan ruang lingkup blog / situs tersebut akan menciut (bahkan bisa menghilang) dari peredaran di dunia maya.

Saya sarankan untuk tidak bermain-main mencoba melanggar aturan main, terutama perihal hak cipta, dengan pihak-pihak yang memegang teguh prinsip keaslian (genuine) di dunia maya. Jika masih ingin menggunakan mesin pencari sebagai sarana pilihan utama dalam mempublikasikan / mempopulerkan blog / situs kita, lebih baik hindari untuk berurusan dengan pelanggaran hak cipta. Google adalah salah satu yang dipercaya dan tegas dalam mempraktekkan prinsip tersebut. Sebagai salah satu penyelenggara mesin pencari terbaik, Google tidak main-main dalam mempertahankan reputasinya. Tindakan tegas akan diambil untuk hal-hal yang menurut mereka akan membawa masalah dikemudian hari.

Sedalam apa pun kepentingan pribadi anda untuk menggunakan kekayaan intelektual tanpa sama sekali melibatkan keberadaan pemiliknya, jangan pernah berpikir untuk menyatakan dan mempublikasikannya sebagai hasil kreasi anda sendiri. Diasingkan / dihilangkan dari peredaran dunia maya adalah konsekuensi ter-ringan akibat tindakan tersebut.

Hal yang jarang diketahui oleh para penjiplak adalah penyebab raibnya situs mereka dari SERP bukan dikarenakan laporan / aduan dari pihak korban mereka. Melainkan tindakan sepihak yang dilakukan oleh penyelenggara mesin pencari akibat ulah para penjiplak itu sendiri. Lagi pula, para scraper itu pun tidak akan menyadari kalau link / tautan scrapsites-nya telah dilenyapkan dari SERP.

 

Selanjutnya⇒