Pernah merasa ragu menentukan posisi letak dari rumah lampu yang hendak dipasangkan pada plafon rumah? Atau juga saat hendak memasangkan saklar lampu di dinding?

Tindakan pemasangan rumah lampu atau saklar lampu, cenderung didasari alasan kebutuhan. Sehingga, posisi rumah lampu / saklar pun menjadi cenderung mengikuti alasan kebutuhan itu juga. Itulah sebabnya letak rumah lampu / saklar di rumah sering kali berada di posisi menggunakan “ilmu kira-kira“. Tidak ada yang salah untuk itu. Namun, walau efektif, sebagian orang lebih suka untuk menggunakan ukuran yang lebih pasti atau menggunakan ukuran sesuai dengan kaidah yang berlaku.

Hal apa yang dapat digunakan sebagai acuan untuk menggunakan ukuran sesuai dengan kaidah yang berlaku? Ada tabel yang terdiri dari beberapa nilai / angka disesuaikan berdasarkan ukuran anggota tubuh manusia pada umumnya. Pembagian ukuran seperti itu dikenal sebagai pembagian ukuran proporsional berdasarkan sistem modular.

Tabel tersebut dipublikasikan oleh Le Corbusier dan sering digunakan sebagai acuan dalam menentukan ukuran proporsional, baik untuk penentuan posisi / letak sebuah benda dalam ruangan maupun ukuran dasar fisik perabot. Pemakaian terbesar dari tabel tersebut, cenderung terjadi pada penentuan ukuran dasar (p x l x t) perabot. Seperti : lemari pakaian, meja sudut, nakas dsb.

Tabel Le Corbusier memiliki nilai / angka berdasarkan landasan yang lebih “nyata” dibandingkan “ilmu kira-kira“. Karena menggunakan tinggi tubuh manusia (ukuran tubuh orang Eropa) sebagai dasar untuk menentukan ukuran yang hendak digunakan. Namun, yang menjadi permasalahan terbesar adalah tidak semua orang memiliki kondisi fisik pada umumnya yang sama satu dengan lainnya.

Perbedaan ras, usia dan gender (jenis kelamin) merupakan beberapa diantara penyebab nilai ukuran proporsional pada tabel tersebut agak sulit untuk dapat diberlakukan secara global.

Pentingnya ukuran Proporsional

Secara sederhana, fungsi utama dari keberadaan “ukuran proporsional” adalah menghadirkan sebuah keadaan yang bisa diterima dengan baik dan benar sebagaimana kebutuhan satu / sekelompok orang.

Cuma itu.

Pengertian dari sebuah keadaan yang bisa diterima dengan baik dan benar adalah satu bentuk keadaan yang dapat mengadopsi sebagaimana mestinya bentuk fisik tubuh manusia pada umumnya. Atau lebih dikenal dengan istilah “ergonomis”.

Lalu, mengapa hal seperti itu penting untuk diperhatikan?

Banyak pihak menyatakan bahwa kondisi ergonomis akan berpengaruh positif terhadap kondisi kesehatan fisik seseorang. Misalnya, bentuk sebuah kursi yang ergonomis akan berefek positif pada kesehatan tulang punggung tanpa mengganggu kenyamanan seseorang saat dan selama beraktivitas dalam posisi duduk di kursi tersebut.

Kondisi ergonomis itu sendiri bersifat luas. Tidak hanya sebatas pada bentuk kursi saja, tetapi juga bentuk benda-benda lain (bahkan bentuk ruang) yang memiliki kecenderungan berinteraksi secara langsung dengan tubuh / keberadaan manusia.

Dari sudut pandang saya, sebuah keadaan yang ergonomis akan mencegah dan menghindari tubuh / fisik kita berada diluar keadaan / posisi yang semestinya. Keadaan yang ergonomis akan membuat kecenderungan semua tindakan terjadi dan dilakukan secara alami dan apa adanya sebagaimana porsi fisik seseorang. Kondisi yang demikian, akan membuat kita merasa nyaman dengan sendirinya. Secara tidak langsung, tentu akan memengaruhi pada kesehatan mental dan kualitas kemampuan kita dalam berpikir.

Jadi, menerapkan ukuran proporsional dalam lingkungan tempat dimana kita tinggal sehari-hari bukan sebuah tindakan sia-sia atau pun merugikan. Kita tidak akan merasakan langsung dampak yang ditimbulkan. Namun, secara pasti, kenyamanan yang diperoleh setiap hari dari keadaan tersebut akan membentuk karakter positif, baik sisi mental maupun sisi fisik pada diri kita.

Ungkapan yang menyatakan, bahwa lingkungan membentuk karakter seseorang adalah memang benar demikian adanya. Lingkungan / kondisi yang baik / benar akan membentuk karakter seseorang menjadi baik / benar. Demikian juga sebaliknya.

Penerapan ukuran proporsional di lingkungan rumah tinggal

Ukuran proporsional, boleh dibilang, merupakan dasar untuk menjadikan bentuk yang ergonomis. Karena, dengan menggunakan ukuran proporsional inilah dibentuk sebuah keadaan yang seharusnya dijalani oleh seseorang sebagaimana kondisi fisik yang dimilikinya. Dengan kata lain, nilai / ukuran proporsional bisa dijadikan salah satu sarana dalam penataan-ruang.

Tujuan dari penataan-ruang itu sendiri adalah menciptakan kondisi dimana interaksi antara fisik manusia, benda dan ruang berlangsung secara harmonis / selaras dan benar.

Jadi, nilai yang digunakan sebagai ukuran proporsional bukan sembarang nilai sebagaimana pada umumnya.

Oleh sebab itu, kita tidak dapat meng-arti-kan sebuah ukuran proporsional dengan berdasarkan nilai yang sudah ada, seperti misalnya : 1 meter dari permukaan lantai. Nilai akhir seperti itu bersifat tetap dan tidak menyesuaikan dengan kondisi yang ada di sekitarnya. Penerapan jarak 1 meter dari permukaan lantai memiliki efek berbeda antara orang dewasa dengan anak-anak. Kebenaran rentang jarak dari sebuah ukuran, sangat bergantung dari kondisi dan keadaan fisik seseorang.

Dalam realita sehari-hari di rumah, kesesuaian letak sebuah / beberapa benda dalam ruangan akan berefek pada kenyamanan dari penghuni rumah. Bagi awam, kondisi seperti ini kurang mendapat perhatian karena lebih di dominasi oleh anggapan : “biasanya juga seperti itu“.

Sebagai contoh : posisi unit saklar lampu di rumah.

Banyak kasus peletakan saklar lampu yang di posisikan di tempat yang : “biasanya juga seperti itu“. Padahal, posisi yang relatif mudah di jangkau oleh setiap penghuni rumah, akan memberikan sebuah keadaan yang lebih nyaman bagi para penghuni rumah itu sendiri.

Hal yang sama juga berlaku pada ukuran fisik (besar / kecil) sebuah benda dalam ruangan. Penerapan kesesuaian ukuran fisik sebuah meja dengan ukuran sisa ruang agar tubuh bisa bebas bergerak dalam sebuah ruangan, sering kali di abaikan. Dengan kata lain, anggapan bahwa ukuran sebuah meja “biasanya juga (memiliki ukuran) seperti itu”, bisa memiliki kemampuan untuk mengalahkan logika kondisi ukuran yang sepantasnya harus diterapkan dalam sebuah ruangan.

Ukuran proporsional berdasarkan sistem Potongan-Kencana

Jadi, intinya adalah bagaimana caranya mengetahui nilai / ukuran proporsional yang hendak kita digunakan agar tercipta keadaan ergonomis?

Selain menggunakan ukuran proporsional berdasarkan sistem modular dari tabel Le Corbusier, ada cara lain yang dapat digunakan dan dikenal dengan sebutan sistem “Potongan Kencana“.

Dengan sistem “Potongan Kencana”, kita harus melakukan perhitungan sendiri untuk mendapatkan nilai / ukuran proporsional. Walau sedikit rumit, cara ini menawarkan alternatif nilai yang hendak dijadikan penentu hasil ukuran proporsional mendekati kondisi fisik yang kita miliki. Sehingga, ukuran proporsional yang dihasilkan pun menjadi lebih spesifik dibanding dengan tabel Le Corbusier yang menggunakan dasar ukuran fisik rata-rata orang Eropa.

Sistem “Potongan Kencana”, saya peroleh dari sebuah buku berjudul “Teknik Mendesain Perabot Yang Benar“.

Awalnya, kepentingan saya menggunakan buku tersebut adalah sebagai acuan dalam membuat perabot di rumah sendiri, seperti : lemari pakaian, meja sudut, meja kerja dsb. Mulai dari membuat desain hingga akhirnya berbentuk barang-jadi / siap pakai. Tindakan tersebut terpaksa dikerjakan karena kondisi rumah siap-huni dimana saya tinggal, memiliki tata-ruang yang sulit untuk diisikan perabot siap-pakai sebagaimana banyak di jual di pasaran.

Selama menggunakan sistem “Potongan Kencana” sebagai penentu ukuran dasar fisik dari perabot yang hendak dibuat, saya menemukan bahwa cara itu tidak hanya bisa digunakan untuk menentukan bentuk dan ukuran sebuah lemari / meja sudut dalam sebuah ruangan. Tetapi juga bisa dipakai untuk menentukan posisi letak sebuah benda dalam sebuah ruang, seperti posisi down-light, saklar lampu, stop kontak dan (bahkan) lukisan di dinding.

Pemakaiannya cukup fleksibel dan mudah diterapkan pada kebanyakan kasus sehari-hari di rumah. Selain itu, hanya dua angka / bilangan yang harus diingat, yaitu : 0,618 dan 0,382. Karena hanya menggunakan dasar “dua angka / bilangan” inilah yang membuat saya sangat menyukai untuk menggunakan sistem Potongan Kencana.

Konsep mendapatkan ukuran proporsional dari sistem ini adalah dengan membagi sebuah ukuran menggunakan dua nilai tersebut. Misalnya, kita hendak menentukan ukuran proporsional dari tinggi 100 cm atau 1 meter. Maka, kita bisa membaginya menjadi dua ukuran, yaitu :

= 100 x 0,618
= 61,8 cm

dan

= 100 x 0,382
= 38,2 cm.

Uniknya, kedua nilai dari hasil perhitungan (61,8 cm dan 38,2 cm), dapat di-“pecah” atau memiliki “turunan” yang diperoleh dengan cara sama seperti mendapatkan kedua nilai tersebut. Yaitu, membagi masing-masing nilai menggunakan bilangan 0,618 dan 0,382.

Sehingga, “turunan” ukuran proporsional dari nilai 61,8 adalah :

= 61,8 x 0,618
= 38,19 cm

dan

= 61,8 x 0,382
= 23,61 cm

Sedangkan “turunan” ukuran proporsional dari nilai 38,2 adalah :

= 38,2 x 0,618
= 23,61 cm

dan

= 38,2 x 0,382
= 14,59 cm.

Kemampuan menghasilkan nilai “turunan” yang demikian, menjadikan sistem ini bersifat fleksibel untuk digunakan dan diterapkan pada banyak kasus. Seperti contoh kasus menentukan ukuran proporsional dari tinggi 100 cm di atas, kita mendapatkan 3 (tiga) titik ukuran proporsional, yaitu : 38,19 ~ 61,8 ~ 85,41.

Ilustrasi yang cukup mudah untuk mengingat konsep dasar sistem “Potongan Kencana” adalah dengan menggunakan gambar batang tanaman seperti di bawah ini :

Gambar : Ukuran Proporsional pada batang Tanaman

Cara penerapan sistem “Potongan Kencana”

Di bawah ini saya sertakan contoh kasus dan ilustrasi cara penerapan sistem “Potongan Kencana” yang pernah saya kerjakan di rumah :

1. Memosisikan saklar lampu di dinding

Contoh termudah untuk diingat dan dikerjakan dari penggunaan sistem “Potongan Kencana” adalah menentukan letak tinggi sebuah titik saklar lampu di dinding. Nilai awal yang menjadi penentu untuk mendapatkan hasil ukuran proporsional adalah nilai rata-rata tinggi tubuh dari penghuni rumah. Misalnya tinggi ukuran tubuh rata-rata penghuni dewasa di sebuah rumah adalah 170 cm. Maka nilai 170 cm inilah yang dijadikan nilai penentu untuk mendapatkan ukuran proporsional dari letak saklar lampu di dinding.

Hitungannya menjadi :

= 170 x 0,618
= 105.06 cm

dan

= 170 x 0,382
= 64,94 cm

Karena posisi yang dihasilkan kedua nilai (64,94 cm dan 105,06 cm) itu terlalu rendah untuk dijadikan ukuran proporsional saklar lampu bagi orang dewasa, kita bisa membuat “turunan” dari kedua nilai tersebut menjadi :

Nilai pertama :

= 105,06 x 0,618
= 64,93

dan

= 105,06 x 0,382
= 40,13

Nilai kedua :

= 64,94 x 0,618
= 40,13

dan

= 64,94 x 0,382
= 24,80

Dengan demikian, kita memiliki tiga titik nilai ukuran proporsional untuk ukuran tinggi 170 cm, yaitu : 64,93 cm ~ 105,06 cm ~ 145,19 cm (105,06 + 40,13).

Ilustrasi gambarnya dapat anda lihat di bawah ini :

Gambar : Tabel Ukuran Proporsional Tinggi Badan 170 cm

Dari beberapa kasus terkait ukuran proporsional yang pernah saya kerjakan, nilai “turunan” hasil dari ukuran proporsional pertama, sudah bisa dijadikan sebagai nilai akhir yang cukup ideal. Jarak tinggi 145,19 cm (dibulatkan menjadi 145 cm) dari permukaan lantai, merupakan posisi cukup ideal untuk saklar lampu bagi orang dengan tinggi badan 170 cm (kira-kira setinggi bahu).

2. Memosisikan rumah lampu

Sistem Potongan Kencana ini, dapat juga digunakan untuk menentukan posisi rumah lampu, seperti downlight. Mirip dengan contoh menghitung posisi tinggi saklar lampu di atas, namun yang menjadi nilai penentu adalah jarak panjang dan lebar dari bidang plafon. Bentuk bidang plafon rumah pada umumnya berbentuk “empat persegi panjang”. Sehingga, untuk menentukan nilai awal perhitungan, kita harus merata-ratakan kedua ukuran panjang bidang tersebut.

Misalnya, kita hendak menempatkan 4 (empat) unit rumah lampu downlight pada bidang plafon berukuran 4 meter x 3 meter. Maka, yang menjadi nilai penentu untuk dihitung ukuran proporsional-nya adalah : (400 + 300) / 2 = 700 / 2 = 350 cm atau 3,5 meter.

Perhitungan-nya adalah :

= 350 x 0,618
= 216,3

dan

= 350 x 0,382
= 133,7

Kemudian, kita “pecah” kedua nilai tersebut menjadi 4 nilai untuk mendapatkan 3 ukuran proporsional :

– angka 216,3 menjadi 133,7 dan 82,6
– angka 133,7 menjadi 82,6 dan 51,1

Dengan demikian, kita memiliki tiga ukuran proporsional yang dapat digunakan untuk menempatkan titik lampu pada bidang plafon berukuran 4 x 3 meter, yaitu : 133,7 ~ 216,3 ~ 298,9.

Sekarang, ketiga nilai ukuran proporsional tersebut kita gambarkan dalam satu garis lurus adalah sbb. :

Gambar : Parameter Awal ukuran kepantasan untuk memosisikan letak rumah lampu (fitting lampu).

Lalu, kita implementasikan ukuran proporsional itu menjadi untuk memosisikan empat titik lampu.

Ilustrasinya seperti gambar di bawah ini :

Gambar : Implementasi posisi letak 4 (empat) fitting lampu dalam sebuah ruangan.

Ukuran proporsional tersebut, bisa juga digunakan untuk memosisikan dua titik lampu pada luas bidang yang sama. Di bawah ini, disertakan dua gambar ilustrasi dengan kondisi dasar posisi rumah lampu yang berbeda, yaitu : memanjang dan melebar.

Gambar : Implementasi posisi letak 2 (dua) fitting lampu dalam sebuah ruangan (1).
Gambar : Implementasi posisi letak 2 (dua) fitting lampu dalam sebuah ruangan (2).

3. Memosisikan lukisan

Cara menentukan posisi tinggi lukisan di dinding dengan menggunakan sistem “Potongan Kencana” adalah mirip dengan cara perhitungan yang sebelumnya dikerjakan pada kasus menentukan tinggi saklar lampu di atas.

Hanya saja, nilai awal penentu ukuran proporsional ditentukan dari tinggi bidang kosong pada dinding tempat lukisan hendak di gantungkan dikurangi ukuran tinggi lukisan.

Asumsikan ukuran bidang kosong dimana lukisan yang hendak diletakan berukuran sama dengan contoh ukuran plafon di atas yaitu panjang 4 meter dan tinggi 3 meter. Ukuran tinggi lukisan yang hendak digantung adalah 75 cm (0,75 m). Jadi, terdapat bidang kosong setinggi 225 cm (300 cm – 75 cm) yang akan menjadi tempat dimana lukisan menggantung.

Hitungannya menjadi :

= 225 x 0,618
= 139,05

nilai turunan dari 139,05 adalah :

= 139,05 x 0,618
= 85,95

dan

= 139,05 x 0,382
= 53,1

dan

= 225 x 0,382
= 85,95

nilai turunan dari 85,95 adalah :

= 85,95 x 0,618
= 53,1

dan

= 85,95 x 0,382
= 32,85

Ilustrasinya sebagaimana gambar di bawah ini :

Gambar : Implementasi posisi letak Lukisan pada Dinding

Jadi, hasil akhir ukuran proporsional untuk bidang berukuran tinggi 225 cm adalah : 85,95 cm ~ 139,05 cm ~ 192,15 cm. Posisi lukisan ditempatkan berdasarkan bagian tepi-atas “frame” lukisan dengan nilai 192,15 cm. Sedangkan untuk posisi tepi kiri dan kanan lukisan, tergantung dari lebar lukisan berbanding area dinding yang kosong. Bisa dengan memosisikan tepat di tengah atau menghitung ukuran proporsional baru dengan nilai panjang dinding yang kosong dikurangi ukuran panjang lukisan.

4. Memosisikan mini-ceiling-fan

Di salah satu artikel yang membahas mengenai sirkulasi udara di rumah, saya menceritakan tentang memosisikan mini-ceiling-fan dalam sebuah ruangan. Beberapa posisi telah saya coba agar hembusan udara yang dihasilkan mini-ceiling-fan dapat menyebar merata ke seluruh ruangan. Hingga akhirnya, posisi terbaik untuk itu adalah posisi yang mirip dengan titik yang dihasilkan dari perhitungan sistem “Potongan Kencana”. Cara memperhitungkannya posisi letak mini-ceiling-fan sama dengan cara menghitung letak posisi lampu dalam ruangan.

Pada saat melakukan pencarian untuk penentuan posisi mini-ceiling-fan, saya sama sekali melupakan keberadaan sistem “Potongan Kencana”. Saat itu, saya beranggapan bahwa posisi mini-ceiling-fan yang berada di atas ruangan, secara otomatis akan membuat sebaran angin merata ke seluruh ruangan. Dan ternyata, anggapan itu sama sekali SALAH.

Walau pun akhirnya posisi terbaik ditemukan tanpa menggunakan sistem “Potongan Kencana”, ada pelajaran berharga yang saya peroleh dari pengalaman itu. Penerapan dari nilai / ukuran proporsional yang dihasilkan dari sistem “Potongan Kencana”, memiliki efek lebih luas daripada hanya sekedar ukuran proporsional biasa. Dalam kasus ini, saya mendapatkan adanya satu keselarasan antara perputaran udara, bentuk ruang dan posisi kipas angin.

Memastikan kebenaran hasil dari Sistem “Potongan Kencana”

Seandainya diperhatikan, nilai / ukuran proporsional yang dihasilkan oleh sistem “Potongan Kencana” dalam sebuah area, tidak akan berada dalam posisi tengah / seimbang. Contohnya adalah kasus memosisikan downlight di atas. Nilai / ukuran proporsional yang dihasilkan memiliki kecenderungan menghindar dari posisi tengah sebuah ruangan / bidang.

Mengapa?

Tidak banyak cerita sejarah / asal-usul yang disampaikan mengenai sistem “Potongan Kencana” di buku “Teknik Mendesain Perabot Yang Benar”. Dari keterangan-keterangan singkat yang ada di buku tersebut, saya menyimpulkan bahwa pengemuka dari sistem tersebut adalah Leonardo da Vinci. Dua angka pembagi (0,618 dan 0,382) yang digunakan untuk mendapatkan nilai / ukuran proporsional, diperoleh berdasarkan analisa ukuran pada alam. Seperti ukuran panjang batang tanaman. Namun, sejauh mana kebenaran dari kesimpulan saya secara sepihak mengenai sistem itu, saya belum mendapatkan rujukan yang pasti.

Lalu, bagaimana saya bisa mengetahui kalau nilai akhir sistem “Potongan Kencana” yang cenderung selalu menghindari posisi titik tengah itu memiliki kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan?

Rasa nyaman dan kesan “terasa pantas dan alami” adalah alasan terbaik yang saya dapatkan àtas kebenaran untuk tetap menggunakan sistem “Potongan Kencana”.

Bagi saya, porsi terbesar dalam tindakan menata-ruangan adalah menciptakan rasa nyaman dan alami. Tidak dipaksakan atau tidak berlebihan. Dalam hal ini, saya mendapatkan bahwa sistem “Potongan Kencana” bisa digunakan sebagai dasar / acuan agar bisa mewujudkan keadaan seperti itu.

Hingga batas mana peruntukkan penerapan sistem ini dalam kehidupan sehari-hari, saya tidak mengetahuinya dengan pasti. Beberapa contoh penerapan di atas, ditambah juga sebagai dasar perhitungan ukuran fisik beberapa perabot di rumah yang saya buat, merupakan pemahaman dan pengertian saya secara pribadi. Demikian juga halnya dengan memosisikan rumah lampu yang menghindari tengah ruangan. Membuat suasana lebih nyaman saat duduk di sofa sambil membaca koran atau bermain gadget. Karena, memang, posisi sofa di rumah saya selalu berada merapat ke dinding, tidak di tengah ruangan.

Sedangkan dalam membuat perabot / furnitur, saya mendapatkan kalau setiap bagian perabot dirancang dan diukur menggunakan sistem “Potongan Kencana”, maka hasil akhirnya akan memiliki struktur dasar yang sangat baik pada kekuatan perabot untuk menahan beban.

Dalam tindakan penataan-ruang itu sendiri, ada pihak yang memang berkompeten untuk melakukannya. Mereka dikenal dengan sebutan “interior designer“. Di tangan mereka, tata-ruang bukan menjadikan sebuah ruangan sekedar terasa nyaman saja, tetapi juga bernilai seni. Penggunaan sistem “Potongan Kencana” yang saya sampaikan disini, hanyalah potongan kecil dari tindakan menata-ruang yang seutuhnya dikerjakan oleh para interior designer tersebut.

Cerita di atas hanyalah beberapa kasus tata-ruang sederhana dengan solusi praktis, mudah dan murah untuk dikerjakan sendiri.

Update 25 November 2021 :

Nilai 0,618 dari Potongan Kencana di artikel ini sama dengan nilai yang dirumuskan oleh seorang ahli matematika bernama Leonardo Fibonacci (Wikipedia). Nilai tersebut, juga dikenal dengan sebutan Urutan Bilangan Fibonacci (Fibonacci Sequence).

Dari beberapa penelusuran yang saya dapatkan, urutan bilangan yang dirumuskan oleh Fibonacci tersebut, sebelumnya telah diterapkan penggunaannya oleh Leonardo da Vinci pada salah satu lukisannya yang terkenal dengan nama Mona Lisa.

Tidak ada perbedaan konsep urutan bilangan antara yang diterapkan oleh da Vinci dengan Fibonacci. Bagian yang membedakan adalah urutan bilangan tersebut dirumuskan oleh Fibonacci. Sehingga, meskipun da Vinci sudah telah terlebih dulu menerapkannya, penemu rumusan yang diakui adalah Fibonacci.

Semoga bermanfaat!

Referensi Buku :

Teknik Mendesain Perabot Yang Benar ~ M. Gani Kristianto
028058
© Kanisius 1993

PENERBIT KANISIUS (Anggota IKAPI)

Cetakan kedua 1995 ~ ISBN 979-497-085-9

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *