Pada dasarnya, menurut saya, teknik pemipaan antara memasang satu dengan dua tangki air adalah mirip. Hanya saja dalam instalasi dua tangki air, wadah yang digunakan untuk menampung air terbagi menjadi dua. Secara praktek, jalur pipa air yang digunakan untuk mengisi dan mengeluarkan air ke dan dari dalam tangki adalah sama. Kita hanya perlu membuat pengaturan aliran air antar tangki agar masing-masing tangki bisa berfungsi, seolah-olah, menjadi satu wadah penampungan air seutuhnya.

Hal yang sebenarnya membedakan antara instalasi satu dengan dua tangki air adalah perbedaan tekanan volume air. Tekanan volume air dalam tangki berkapasitas 1 m³ akan jauh lebih besar daripada tekanan volume air di dua tangki berkapasitas masing-masing 0,5 m³. Secara berat, tidak ada bedanya. Tetapi, efek gravitasi bumi akan memberikan volume air dalam tangki berkapasitas 1 m³ kekuatan tekanan keluaran aliran air jauh lebih deras dibanding volume air yang dibagi dalam dua tangki berkapasitas 0,5 m³.

Instalasi berdasarkan Kebutuhan secara Umum

Memasang dua tangki air untuk satu rumah, bukanlah hal baru. Banyak rumah telah menerapkannya, terutama yang memiliki kondisi distribusi volume air PDAM tidak teratur atau sangat kecil. Secara umum, mayoritas pemasangan dua tangki air bertujuan untuk menyediakan kapasitas cadangan lebih besar guna menampung air yang didistribusikan oleh PDAM. Dengan demikian, volume air yang di distribusikan ke jaringan pipa dalam rumah memiliki konsistensi sama selama selang waktu tertentu.

Instalasi dengan menggunakan dua tangki air tidak harus melulu untuk memenuhi kepentingan dari tujuan menambah cadangan air saja. Bisa juga dimanfaatkan untuk menormalkan kekuatan tekanan air (baik yang terlalu lemah maupun terlalu kuat) atau sebagai model dasar untuk membuat fasilitas penyaringan air. Bahkan, bisa juga dimanfaatkan sekaligus untuk penanganan dari kedua kepentingan tersebut secara bersamaan.

Ada dua teknik pemipaan yang bisa dijadikan acuan untuk diterapkan dalam instalasi dua tangki air, yaitu :

  1. Teknik pemipaan dua tangki di satu lokasi dimana kedua tangki berada di atas satu permukaan yang sama.
  2. Teknik pemipaan dua tangki di satu lokasi namun berada di atas dua permukaan yang berbeda ketinggian.

Penerapan dari kedua teknik pemipaan untuk dua tangki air tersebut, bisa difungsikan secara terpisah (berdiri sendiri) dan juga bisa digabung untuk saling mendukung sebagaimana kondisi dan situasi yang dibutuhkan.

Sebagai opsi untuk memperkuat tekanan / dorongan aliran air yang masuk ke jaringan pipa dalam rumah, saya menggunakan penerapan teknik pemipaan jalur pipa keluaran yang sama dengan yang digunakan untuk instalasi satu tangki air (baca : Memasang Tangki Air di Rumah).

1. Teknik Pemipaan Dua Tangki Air yang berdampingan

Teknik pemipaan ini, dapat digunakan dalam kondisi seandainya kita hendak menambah kapasitas volume air yang bisa dicadangkan / disimpan dari kapasitas tangki yang telah terpasang sebelumnya. Jadi, kita tidak perlu mengganti tangki yang sudah terpasang. Cukup dengan menambahkan satu unit lagi dan membuat pemipaan antara kedua tangki saling terhubung.

Gambar : Skema Pemipaan Dua Tangki Air berdampingan.

Kapasitas kedua tangki, bisa sama atau pun berbeda besarnya. Kapasitas kedua tangki yang sama besarnya, akan lebih fleksibel dalam pengaturan pemipaan dibandingkan yang berbeda kapasitas. Ini dikarenakan perbedaan fisik tangki dan kekuatan tekanan volume air dalam masing-masing tangki yang saling memengaruhi.

Dalam gambar, saya memosisikan pompa / mesin air terpasang di jalur pipa keluaran tangki sebelah kiri. Pada pipa penghubung antara kedua tangki, dipasangi check-valve (klep satu arah) yang mana berfungsi mengarahkan aliran air agar “hanya” bergerak dari tangki sebelah kanan ke tangki sebelah kiri. Dengan demikian, seandainya ketinggian permukaan air di tangki sebelah kanan lebih rendah dari permukaan air tangki sebelah kiri, maka air dalam tangki sebelah kiri tidak akan balik mengalir ke tangki sebelah kanan.

Tujuannya adalah agar volume air di tangki sebelah kiri dapat dipertahankan hanya untuk pemakaian air yang membutuhkan penggunaan pompa (mis. menyalakan water heather untuk mandi). Cara ini, setidaknya, dapat menciptakan kondisi air tetap tersedia saat pompa digunakan / menyala.

Meskipun begitu, tetap terdapat kemungkinan air di tangki sebelah kiri turut mengalir saat terjadi pemakaian air tanpa menyalakan pompa. Hanya saja dalam jumlah yang tidak sebesar dan sekuat aliran dari tangki sebelah kanan. Itu disebabkan keberadaan pompa yang “sedikit” menghambat laju aliran air.

Jadi, selain bisa digunakan untuk menambahkan kapasitas cadangan tempat menyimpan air, teknik pemipaan dua tangki air yang diposisikan secara berdampingan ini juga bisa dimanfaatkan untuk memisahkan cadangan air yang tersedia guna kepentingan pemakaian air yang berbeda.

Seperti pada contoh teknik pemipaan di atas, saya lebih mengutamakan agar ketersediaan air di tangki sebelah kiri tetap terjaga. Hal itu bertujuan mencegah kemungkinan pompa menjadi rusak akibat terlalu lama menyala tanpa suplai air yang memadai untuk dihisap. Sedangkan ketersediaan air dalam tangki sebelah kanan, bisa “sedikit diabaikan” karena ditujukan untuk pemakaian air yang lebih umum, seperti : mencuci tangan, pakaian, piring kotor dsb. Pemakaian air yang demikian, sifatnya tidak berkesinambungan dan tidak membutuhkan debit air yang banyak dalam waktu singkat layaknya mandi menggunakan water heather. Selain itu, air yang terpakai tidak dalam jumlah yang banyak dan akan selalu langsung digantikan dengan air PDAM. Sehingga, meskipun distribusi air PDAM yang masuk ke dalam tangki tidak besar, air dalam tangki sebelah kanan akan relatif tetap penuh.

Jika aliran air dari PDAM terhenti, penyusutan tercepat hanya terjadi pada volume air di tangki sebelah kanan saja. Walau pun tangki sebelah kiri masih bisa mendistribusikan air ke dalam rumah, kita akan merasakan tekanan aliran air yang dihasilkan lebih lemah dibanding tangki sebelah kanan. Setidaknya, kondisi tersebut memberikan tanda / sinyal bahwa volume air di tangki sebelah kanan mulai berangsur habis akibat terhentinya distribusi air dari PDAM. Namun demikian, kita masih memiliki cadangan sisa air yang tersimpan di tangki sebelah kiri.

2. Teknik Pemipaan Dua Tangki Air berbeda ketinggian

Gambar : Skema Pemipaan Dua Tangki Air berbeda Ketinggian.

Pada teknik pemipaan berikut ini, lebih cocok dikondisikan pada situasi yang berkaitan dengan kekuatan distribusi tekanan air dari PDAM. Baik untuk menangani kasus tekanan air yang terlalu lemah maupun terlalu kuat. Disini, saya menggunakan dua unit RADAR sebagai pemicu “pengatur waktu” air dipindahkan dari tangki bawah ke tangki atas.

Tepat setelah di bagian pipa keluaran tangki bawah, dipasangi satu unit check-valve yang berfungsi untuk menahan agar air sepanjang pipa penghubung kedua tangki tidak kembali turun. Cara ini, selain “sedikit” menghemat daya setiap kali saat pompa mengisikan air di tangki atas, kekuatan fisik sambungan pipa relatif stabil karena terdapat beban air yang menahan pipa untuk tidak mudah bergerak. Disamping itu, air dalam pipa dapat meredam panas fisik pipa seandainya jalur pipa diletakkan ditempat terjemur matahari.

Dengan terpasang nya RADAR di masing-masing tangki, distribusi air antar tangki akan berlangsung “hanya” jika kedua pemberat dari kedua RADAR telah berada sesuai dengan kondisi yang telah ditentukan. Pompa akan menyala otomatis jika tangki air bawah telah penuh terisi air dan air di tangki atas menyusut hampir habis.

Otomatisasi pengisian air ke dalam tangki seperti itu bukanlah hal rumit. Kita hanya perlu mengetahui untuk menjadikan RADAR berperan sebagai pemicu proses pengisian dan penguras air. Kemudian menempatkan masing-masing unit RADAR pada tangki yang sesuai perannya sebagai pendistribusi dan penerima. Setelah itu, tinggal menyambungkan kabel dari kedua unit RADAR di jalur kabel untuk menyalakan pompa.

Cukup sampai disitu saja langkah yang perlu dikerjakan untuk membuat otomatisasi pengisian air untuk dua tangki air yang berbeda letak posisi ketinggian. Selanjutnya, proses pengisian air dari tangki bawah ke tangki atas akan berjalan tanpa perlu diawasi. Tentu saja dengan syarat : selama tidak terjadi kerusakan pada salah satu / kedua unit RADAR atau pompa.

Skema pemipaan dua tangki yang diposisikan dengan ketinggian berbeda ini, bisa dijadikan dasar untuk mengakomodasi pendistribusian air antar tangki berdasarkan kepentingan yang lebih luas. Tidak terbatas hanya untuk memenuhi kondisi distribusi air antar dua tangki yang diletakkan di atas dua permukaan berbeda saja. Tetapi juga bisa untuk dua tangki di atas permukaan yang sama, namun berjauhan letaknya.

Sambungan Antar Kabel untuk mem-fungsi-kan Dua RADAR

Sebagaimana telah saya deskripsikan di salah satu artikel mengenai RADAR, saat saklar RADAR difungsikan sebagai penguras, maka pompa akan mati ketika kedua pemberat RADAR dalam kondisi menggantung di atas permukaan air. Pompa akan kembali menyala, jika kedua pemberat RADAR terendam di air.

Sedangkan saat saklar RADAR difungsikan sebagai pengisi, maka pompa akan menyala ketika kedua pemberat RADAR dalam kondisi menggantung di atas permukaan air. Pompa akan kembali mati, jika kedua pemberat RADAR terendam di air.

Berikut ini, saya sajikan dua gambar ilustrasi sambungan antar kabel agar kedua unit RADAR dapat bekerja sesuai fungsinya :

Gambar : Skema Pemasangan Kabel DUA RADAR + SAKLAR pemutus listrik Pompa
Gambar : Skema Pemasangan Kabel DUA RADAR pemutus listrik Pompa

Pada gambar pertama, diilustrasikan bahwa kabel kedua unit RADAR tersambung di jalur kabel yang menuju pompa. Dengan cara seperti ini, pompa akan tetap mati selama air di tangki atas belum menyusut (habis) dan air di tangki bawah belum terisi penuh. Jadi, pompa “hanya” akan menyala ketika air di tangki atas sudah menyusut (habis) dan air di tangki bawah sudah terisi penuh.

Di gambar kedua, saya tambahkan sedikit modifikasi berupa saklar lampu yang disambungkan sebelum kabel dari kedua unit RADAR. Dengan cara ini, ketika saklar lampu di posisikan OFF, maka pompa akan mati. Sehingga, apapun respon dari kedua unit RADAR terhadap kondisi naik-turunnya permukaan air di masing-masing tangki, pompa tidak akan melayaninya. Pompa baru akan melayani respon dari kedua unit RADAR setelah saklar lampu di posisikan ON.

Kedua gambar di atas adalah ilustrasi konsep dasar dari cara menyambungkan kabel dari dua unit RADAR yang masing-masing berfungsi sebagai penguras dan pengisi tangki. Bagaimana pun kondisi yang ada di lapangan, dasar cara penerapan konsep tersebut tetap sama.

Cara Penerapan dalam Kehidupan sehari-hari

Sekarang, kita mendapat gambaran lebih jelas bahwa tujuan memasang dua tangki air bisa dimanfaatkan untuk mengakomodir dua kepentingan, yaitu :

  1. Menambah kapasitas tempat cadangan untuk menyimpan air.
  2. Mendistribusikan air di posisi letak ketinggian yang berbeda.

Itulah dasarnya!

Anda bisa mengembangkan kedua teknik pemipaan tersebut untuk keperluan mencadangkan air dengan variasi kondisi yang lebih beragam. Salah satunya adalah untuk mengatasi dinamika distribusi kekuatan tekanan air PDAM.

Ada dua keadaan yang umum dihadapi dari dinamika tekanan air PDAM yang didistribusikan ke rumah pelanggannya, yaitu : terlampau lemah dan terlampau kuat. Kedua keadaan tersebut bisa diakomodir dengan cara menerapkan dari kedua teknik pemipaan dua tangki air di atas.

Cerita selanjutnya di bawah ini adalah garis besar gambaran mengenai kondisi / situasi yang bisa diterapkan untuk teknik pemipaan dua tangki air dengan berbeda lokasi ketinggian.

Perlukah membuat ruang penampung air di bawah permukaan tanah?

Gambar : Ilustrasi Instalasi Satu Tangki Air + Tangki Tanam.

Kondisi rata-rata dari tekanan air PDAM yang lemah setiap hari, menandakan tingkat pemakaian air relatif tinggi oleh rumah-rumah di lingkungan (tetangga) sekitar rumah yang kita tempati. Mayoritas waktu pemakaian air yang kita gunakan di rumah adalah berbarengan dengan waktu pemakaian air yang digunakan oleh para tetangga di sekitar rumah kita. Realita waktu pemakaian air yang berbarengan inilah menjadikan sulit untuk kita mengharapkan jumlah air yang kita peroleh bisa tetap terjaga konsistensinya. Malahan, dapat terjadi kecenderungan untuk mengalami situasi kekurangan air.

Menyediakan tempat lebih besar untuk menampung air bersih di area bawah rumah (khususnya di bawah permukaan tanah / tangki tanam), akan menciptakan peluang bagi kita dapat mengumpulkan air bersih setiap saat. Air, sebesar apapun kekuatan tekanan yang dimilikinya, akan tetap mengalir mengikuti arah gaya gravitasi bumi (ke tempat yang lebih rendah). Dengan memiliki tangki tanam di rumah, maka tetap ada peluang untuk kita bisa mendapatkan air PDAM.

Logika sederhananya, letak keran air di setiap rumah tinggal (termasuk rumah kita dan tetangga di sekitar rumah) akan selalu ada di “atas” permukaan tanah. Jika keran air tangki tanam yang kita pasang ada di “bawah” permukaan tanah, maka air akan lebih dulu mengalir ke dalam tangki tanam yang kita pasang. Itu dikarenakan posisi letak keran yang lebih rendah dibanding letak keran air yang di dalam rumah.

Dengan begitu, sekecil apapun kekuatan tekanan air PDAM yang ada, tetap akan mengalir masuk dan terus mengisi ruang yang tersedia di bak penampungan. Aliran air baru akan berhenti setelah permukaan air mencapai titik ketinggian tempat keran-berpelampung ( ball-tap ) dipasang di dalam bak. Jadi, satu-satunya faktor terpenting yang perlu dipertimbangkan atas pilihan membuat bak penampungan di bawah permukaan tanah (tangki tanam) adalah karena kondisi distribusi volume air PDAM yang kecil setiap hari. Meskipun, jika ternyata, tetangga sekitar rumah juga memiliki tangki tanam, air yang didistribusikan akan terbagi secara merata. Tidak masalah berapa pun perbandingan banyak air yang digunakan antar rumah, besar kekuatan tekanan air yang diterima oleh masing-masing rumah tetap sama.

Jika kondisi tekanan air setiap harinya cenderung normal, membuat bak penampungan di bawah permukaan tanah tidak akan banyak membawa banyak manfaat.

Perlunya memasang Tangki Air di atas Permukaan Tanah

Gambar : Ilustrasi Instalasi Dua Tangki Air berbeda Ketinggian (1)

Saya menyebut tangki air yang dipasang di atas permukaan tanah dengan istilah “Tangki Pengalih“, karena perannya lebih ditekankan sama seperti “bemper mobil”. Jika bemper mobil bertujuan untuk melindungi benturan dari sisi depan dan belakang mobil, maka “Tangki Pengalih” memiliki tujuan untuk melindungi jaringan pipa ledeng di rumah dari kekuatan tekanan air yang berlebihan. Apa pun fungsi yang nantinya bisa diperoleh dari keberadaan tangki pengalih, tujuan utamanya adalah melindungi jaringan pipa ledeng dari kerusakan akibat kekuatan tekanan air yang berlebihan.

Rumah-rumah di area pemukiman yang memiliki tekanan air PDAM normal di siang hari, akan cenderung memiliki masalah yang berkaitan dengan kebocoran pada jaringan pipa atau keran air.


Contoh perbandingan dari kata “normal” dan “tidak normal” yang saya maksudkan adalah seperti ini : rata-rata tekanan aliran air PDAM ke rumah saya yang di Bogor, mampu untuk merayap naik hingga 7 meter di siang hari. Sedangkan untuk rata-rata tekanan aliran air PDAM ke rumah saya yang di Jakarta pada siang hari, bisa merayap naik ke permukaan lantai saja sangat sulit.


Kekuatan tekanan air biasanya bertambah saat malam hari dimana pemakaian air di setiap rumah mulai terhenti. Pada saat-saat seperti itu, tekanan air PDAM yang langsung masuk ke jaringan pipa dalam rumah adalah sama dengan kekuatan tekanan untuk mendistribusikan air ke setiap rumah. Sehingga, begitu jalur air dalam rumah di buka (seperti : membuka keran untuk mencuci tangan atau menyiram toilet), maka terjadi kesempatan untuk kekuatan tekanan air yang lebih besar masuk ke jaringan pipa dalam rumah. Saat jalur air kembali ditutup, kekuatan tekanan air itu akan menghentakan seluruh sambungan pada jaringan pipa dan semua perangkat pemipaan yang terpasang. Dampak dari hentakan tersebut, mampu untuk merusak daya rekat lem pada sambungan jaringan pipa dan kinerja perangkat pemipaan yang terpasang.

Disinilah peran yang sebenarnya dimiliki Tangki-Pengalih sebagai “bemper” dari fisik jaringan pipa ledeng di dalam rumah.

Namun, bukankah dengan cara mengalihkan aliran air pertama kali ke Tangki-Pengalih seperti itu akan memberi kemungkinan kerusakan yang sama juga bisa terjadi pada jalur pipa dan pelampung-analog yang terpasang pada “Tangki-Pengalih”?

Memang itu tujuannya… Sebagaimana fungsi dari “bemper” adalah menjadi bagian yang paling pertama kali menerima dampak kerusakan. Dengan demikian, kondisi seluruh jaringan pipa serta perangkat pemipaan dalam rumah akan tetap terlindungi. Besarnya biaya biaya perbaikan dari kerusakan yang terjadi bisa langsung diprediksi. Karena, hanya terjadi di area Tangki-Pengalih saja. Bukan di salah satu jaringan pipa ledeng yang tertanam di dinding atau di bawah permukaan lantai.

Itu adalah cara termudah dan termurah untuk bisa terhindar dari kebocoran pipa dan kerusakan perangkat pemipaan yang terpasang di rumah akibat kekuatan tekanan air PDAM yang berlebihan.

Tangki Air di area bagian atas Rumah

Gambar : Ilustrasi Instalasi Dua Tangki Air berbeda Ketinggian (2)

Dari deskripsi di atas tentang membuat Tangki-Tanam dan / atau menyediakan Tangki-Pengalih, bisa disimpulkan bahwa tujuan yang hendak diraih adalah menyediakan satu sarana sebagai tempat untuk menampung sementara air PDAM.

Tangki-Tanam, berguna untuk mengakomodasi distribusi air PDAM bertekanan lemah.

Sedangkan Tangki-Pengalih berguna untuk menormalkan kekuatan tekanan air PDAM yang berlebihan.

Saat air sudah terisi penuh dalam kedua wadah penampung tersebut, langkah selanjutnya adalah cara mendistribusikan air yang tersimpan di kedua tempat penampungan sementara itu ke jaringan pipa dalam rumah.

Umumnya, banyak yang mengerjakan dengan cara air langsung didistribusikan dengan menggunakan pompa. Namun, banyak juga yang melakukan dengan cara menampung terlebih dulu di tangki yang terletak di bagian atas rumah. Tujuannya agar pompa tidak nyala-mati setiap terjadi pemakaian air oleh penghuni rumah.

Banyak juga yang berpendapat bahwa cara menggunakan tangki di atas rumah merupakan pilihan terbaik. Terhindar dari situasi nyala-mati pompa yang berulang-ulang akan turut mengurangi pemakaian listrik alias hemat listrik.

Benarkah demikian?

Menurut saya, selama air bisa keluar dari moncong keran untuk digunakan saat dibutuhkan, apapun metode / cara pendistribusian air yang digunakan adalah sah-sah saja. Sesederhana apapun sebuah teknik pendistribusian air, akan diterima dengan baik jika bisa berfungsi sesuai harapan dan kebutuhan pemakainya.

Realita yang sesungguhnya dari menggunakan metode menampung air terlebih dulu di tangki atas adalah akan menciptakan kondisi nyaman dan sangat menyenangkan seandainya proses pemindahan air dari bawah ke atas berlangsung secara otomatis. Tanpa perlu diketahui maupun diawasi kebenaran proses pemindahan air yang terjadi oleh penghuni rumah. Demikian juga halnya ketika air yang telah berada dalam tangki atas hendak digunakan / dipakai untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Seandainya kondisi pendistribusian air seperti itu bisa diciptakan dengan baik, maka satu-satunya kelebihan yang bisa diperoleh secara nyata dari metode menampung air di tangki atas adalah distribusi air untuk pemakaian di dalam rumah tetap terjaga di saat listrik PLN mati. Jika ada kelebihan / keuntungan lainnya, menurut saya, lebih ditentukan oleh cara / perlakuan yang diterapkan oleh para penghuni di sebuah rumah dalam menyikapi perilaku pemakaian air secara lebih baik. Sehingga, benar-tidaknya metode pemakaian tangki air di atas rumah dapat menghemat listrik, sepenuhnya tergantung dari perilaku pemakaian air itu sendiri.

“Dua” Tangki Air dan Kondisi Tidak Ideal

Sengaja membuat / menyediakan fasilitas untuk menangani kebutuhan cadangan air bersih secara khusus di rumah, saat ini masih merupakan tindakan “janggal” bagi sebagian besar orang. Keberadaan Tangki-Pengalih atau Tangki-Tanam, lebih dianggap sebagai sebuah pemborosan atau tindakan yang sia-sia. Anggapan seperti itu ada benarnya jika ternyata situasi yang ada bisa terpenuhi cukup dengan menggunakan satu tangki air yang diletakkan di atas rumah.

Melakukan perawatan dan pemeliharaan dua penampungan air di dua tempat berbeda dalam satu rumah, memang bukan tindakan yang menyenangkan. Selain harus dikondisikan untuk tetap bersih agar kelancaran aliran air dalam pipa tetap terjaga, keduanya harus tetap digunakan sebagaimana fungsinya agar perangkat pemipaan (termasuk fisik tangki air itu sendiri) tidak lekas menjadi gugus.

Rasa janggal, pemborosan dan kesulitan dalam pemeliharaan dua tangki air sekaligus adalah benar jika disandingkan pada kondisi distribusi air setiap hari yang ideal dari PDAM.

Kenyataannya, tidak semua area pemukiman bisa mendapatkan kondisi air PDAM yang ideal setiap hari, baik dari sisi tekanan air maupun kualitas kebersihan air. Permasalahan yang terbesar adalah kondisi abnormal seperti itu tidak berlangsung dalam jangka waktu yang singkat. Bisa berlangsung berhari-hari atau bahkan hingga bertahun-tahun sebelum akhirnya benar-benar diperbaiki.

Memasang dua tangki air (satu di bawah dan lainnya di atas rumah) adalah sebuah alternatif bagi mereka yang mencari solusi untuk bisa mengatasi situasi distribusi air yang memang cenderung abnormal. Dalam kondisi distribusi air yang normal sekalipun, tidak ada yang salah ataupun merugikan untuk sengaja membuat wadah penampungan air (tangki / bak penampung) di rumah untuk menampung air PDAM sementara sebelum nantinya dipakai. Karena, hal apapun yang berkaitan dengan ketersediaan air bersih, akan selalu lekat hubungannya dengan sosok kehidupan kita sebagai manusia yang memiliki ketergantungan sangat besar terhadap air.

Ilustrasi skema pemipaan di atas adalah garis besar gambaran mengenai jalur distribusi air dari tempat penampungan awal hingga akhirnya di distribusikan ke jaringan pipa dalam rumah. Di antara jalur distribusi air tersebut, sarana untuk merekayasa air (seperti filter air) bisa dibuat / dipasang dengan lebih mudah dan terarah sesuai kondisi yang dibutuhkan.

Penerapan teknik pemipaan dua tangki air dalam jangka panjang, akan mempermudah pemeliharaan dan perawatan jaringan pemipaan di rumah. Karena, kemungkinan terjadi kerusakan hanya terfokus di bagian-bagian yang bisa di prediksi dan relatif mudah diperbaiki, yaitu : jalur pipa antara meteran air dengan tangki-pengalih, pelampung-analog di tangki-pengalih, pompa air dan unit RADAR. Kemungkinan terjadi kebocoran akibat tekanan air pada jaringan pipa dalam rumah dan perangkat pemipaan yang terpasang, bisa dibilang “nihil”. Kalau pun ada kerusakan, biasanya dan hanya terjadi pada perangkat diluar fisik jaringan pipa. Seperti tuas keran yang patah.

Di waktunya selanjutnya, kita hanya perlu menyempurnakan kondisi fisik jaringan pipa yang terpasang di luar dinding / di bawah permukaan lantai rumah. Seperti, misalnya, jalur inlet / outlet pipa pada tangki dan pompa air. Tujuannya agar tindakan perawatan dan pemeliharaan di kemudian hari menjadi lebih cepat dan mudah pengerjaannya.

Jadi… sebenarnya… sangatlah mudah untuk merawat dan menata jalur pemipaan air bersih di rumah. Intinya, kita hanya perlu membuat air PDAM terlebih dulu masuk dan tersimpan dalam sebuah wadah (tangki / bak penampungan) sebelum dialirkan ke dalam rumah. Apapun teknik yang nantinya digunakan untuk mengalirkan air dari dalam wadah ke dalam rumah, sudah bisa dipastikan tidak akan membuat rusak fisik jaringan pipa ledeng yang tertanam di dinding maupun di bawah permukaan lantai rumah di kemudian hari.

Semoga bermanfaat! 🙂


Sehubungan masuknya e-mail spam yang kian masif, kolom komentar terpaksa saya tutup. Bagi Anda yang hendak menanyakan topik sebagaimana yang dideskripsikan di artikel ini, bisa disampaikan pada kolom komentar di bagian Q & A.

Harap maklum dan terimakasih atas pengertiannya. 🙂