Hingga saat ini, persoalan untuk menghemat baterai dari perangkat Smartphone / Gadget berbasis OS Android, masih cukup ramai di perbincangkan. Walau sudah cukup banyak pengguna yang mulai memaklumi kelemahan tersebut, namun kemampuan perangkat Android hemat energi tetap diharapkan kehadirannya. Banyak pengembang program komputer yang tidak tergabung dengan Google dan pabrik pembuat perangkat, atau lebih dikenal pengembang pihak ketiga (third-party-developer), mencoba berpartisipasi dalam memanfaatkan kesempatan ini untuk bisa mendapatkan sedikit perhatian dari para pengguna Android. Produk perangkat lunak pengatur pemakaian daya baterai yang dihasilkan, beberapa diantaranya bisa berfungsi sebagaimana mestinya. Namun, banyak juga yang jauh dari harapan. Bahkan, terkadang, bisa membuat efek kinerja perangkat bertambah lambat.

Apa yang menjadi permasalahan sebenarnya dari Android hingga mendapat sebutan sebagai penguras baterai? Jika saya perhatikan, memang ada kondisi dasar yang menjadikan perangkat pintar berperilaku meng-konsumsi daya dalam jumlah cukup besar. Namun, hal itu terjadi masih dalam batas wajar. Baik pada perangkat berbasis Android maupun non Android. Tetapi, ada beberapa hal lain yang memicu perangkat untuk ber-perilaku meng-konsumsi daya dalam jumlah yang lebih besar dari seharusnya.

Ada tiga kondisi yang saya ketahui sebagai penyebab utama perangkat pintar (smarphone / komputer) pada umumnya ber-perilaku meng-konsumsi daya secara berlebihan. Termasuk diantaranya yang ber-basis Android.

Di bawah ini, saya mencoba membuat deskripsi singkat yang sekiranya bisa menggambarkan garis besar dari ketiga kondisi tersebut :

1. Koneksi internet yang buruk

Mayoritas dari kita (user / pengguna) memilih memakai perangkat berbasis Android adalah untuk mendapatkan suasana ber-internet dalam kondisi bergerak (mobile) yang lebih baik dibandingkan perangkat yang digunakan sebelumnya. Apakah itu untuk kepentingan ber-sosmed atau kepentingan lainnya, yang pasti, kita menginginkan bisa memperoleh suasana yang sama dimana pun kita berada saat terkoneksi dengan dunia maya.

Kinerja perangkat ketika terhubung dengan internet, pada dasarnya adalah sama bagi semua perangkat pintar. Penentu utama yang sebenarnya adalah kualitas dari koneksi itu sendiri. Semakin baik kualitas koneksi internet yang kita gunakan, semakin baik kinerja perangkat pintar yang kita miliki.

Besar kapasitas memory juga turut andil dalam hal ini. Tetapi, saya tidak melihat hal itu dibutuhkan jika kita tidak melakukan browsing untuk menampilkan gambar / grafik ber-resolusi tinggi dan streaming video. Kapasitas memory untuk keperluan non multimedia (mis. sos-med, membaca berita dsb.) relatif kecil. Itu sebabnya smartphone berkemampuan rendah (low-end) masih banyak di produksi.

Jadi, aktivitas apa pun yang kita kerjakan dan se-canggih apa pun perangkat yang kita gunakan untuk ber-internet, sangat ditentukan oleh kualitas koneksi internet yang kita bayar. Kondisi koneksi internet yang buruk akan memacu perangkat bekerja keras untuk tetap bisa mempertahankan koneksi agar bisa terselesaikan secara tuntas. Kondisi seperti ini bisa dikenali dari hawa panas yang dihasilkan oleh perangkat.

Memang ada batas waktu tertentu berupa pemberitahuan di layar perangkat saat koneksi tidak dapat terjalin dengan baik. Namun, itu terjadi setelah beberapa saat setelah perangkat melakukan kerja keras mencoba untuk bisa / tetap bisa terkoneksi dengan internet. Jika, kondisi ini terjadi berkali-kali, otomatis jumlah daya yang di konsumsi untuk melakukan kerja sia-sia tersebut juga menjadi semakin besar.

2. Display graphic (tampilan layar) yang dinamis

Tingginya mutu kualitas tampilan layar yang bisa disajikan oleh perangkat Android, bisa dibilang, sebagai salah satu unsur yang sangat “menggoda” untuk dimiliki. Sudah cukup lama para pengguna Smartphone / Gadget yang mendambakan kondisi perangkat pintar dengan tampilan layar seperti itu beredar di tingkat harga relatif terjangkau.

Kemampuan perangkat untuk menghasilkan tampilan layar (display-graphic) secara prima, bukan berarti terjadi begitu saja. Terdapat proses, yang dalam pengertian awam bisa disebut sebagai “menerjemahkan” dari bentuk gambar ke bentuk data dan “diterjemahkan” dari bentuk data ke bentuk gambar.

Kedua proses tersebut sangat banyak menggunakan kinerja kemampuan processor. Dan processor membutuhkan daya yang sangat besar untuk bisa melakukan kedua hal tersebut dengan sempurna. Ini adalah kondisi dasar yang memang ada dan dimiliki oleh setiap perangkat pintar dengan kemampuan menyajikan kualitas tampilan layar ber-resolusi tinggi. Tidak ada yang salah dengan kondisi tersebut, karena teknologi tampilan layar yang ada saat ini masih berada pada tahap itu.

3. Kinerja processor yang berkesinambungan

Untuk bisa mengerjakan dua kondisi yang disebutkan di atas, juga dibutuhkan kerja yang berkesinambungan dari processor. Namun, kerja dilakukan dalam jangka waktu terbatas. Kinerja processor berkesinambungan yang saya maksudkan disini adalah sebuah proses yang berlangsung terus menerus dan baru bisa dihentikan dengan cara mematikan / me-restart perangkat.

Hal ini umumnya terjadi karena kinerja satu / beberapa perangkat lunak (program komputer) yang ada saling berbenturan. Baik itu program yang berasal dari Android, pabrik pembuat perangkat maupun pengembang pihak ketiga. Proses itu terjadi terus menerus di luar sepengetahuan dan keinginan kita. Pada komputer / laptop, kondisi seperti ini dapat kita identifikasikan dari indikator lampu harddrive yang menyala terus menerus, namun tidak terlihat reaksi apa pun pada layar perangkat. Mirip seperti “background process”, tetapi terus berkesinambungan dan baru berhenti jika perangkat dimatikan (“shut down”) atau di-restart.

Pada perangkat smartphone / tablet, kasus seperti ini sulit untuk ter-identifikasi. Karena tidak ada petunjuk apa pun yang memberitahukan kepada kita bahwa telah dan sedang terjadi “background process” pada perangkat. Biasanya, kita baru menyadari saat kinerja perangkat menjadi “lemot” (lambat) dan isi baterai terkuras dengan cepat. Jika perangkat di restart, maka kondisinya kembali normal. Namun, permasalahan akan terulang ketika program-program yang menjadi penyebab proses berkesinambungan tersebut kembali aktif secara otomatis.

Berdasarkan ketiga kondisi tersebut, kita bisa menyimpulkan bahwa konsumsi daya perangkat pintar cukup besar akan selalu terjadi akibat teknologi tampilan layar ber-resolusi tinggi yang dimilikinya. Semakin detail dan dinamis warna dari gambar yang ditampilkan di layar, semakin besar jumlah konsumsi daya yang digunakan.
Sehingga, perilaku konsumsi daya seperti itu di setiap perangkat pintar yang memiliki tampilan layar ber-resolusi tinggi, bisa dikatakan, merupakan kondisi yang wajar dan memang demikian keadaan yang seharusnya terjadi.

Tidak ada yang bisa kita (sebagai user) lakukan untuk mengatasi hal tersebut, selain menunggu inovasi dari para pakar teknologi tampilan layar (software dan hardware) untuk bisa menghasilkan gambar ber-resolusi tinggi dengan konsumsi daya relatif kecil. Untuk saat ini, tindakan yang bisa kita lakukan adalah mencegah kemungkinan hal-hal lain di luar sisi tampilan layar yang bisa menyebabkan perangkat mengkonsumsi daya secara berlebihan. Seperti memperbaiki kualitas koneksi internet dan membatasi pemakaian program pihak ketiga.

Ketidakbenaran kondisi dari kedua hal tersebut akan berefek pada penambahan pemakaian memory yang tidak seharusnya. Hal ini akan mengakibatkan konsumsi daya baterai semakin besar untuk hal yang tidak seharusnya terjadi (efek domino). Kualitas koneksi internet dan kinerja proses perangkat lunak yang buruk memang terlihat sepele. Tapi dampak yang dihasilkan dari kedua hal itu sangat significant terhadap jumlah pemakaian daya yang seharusnya di konsumsi perangkat secara keseluruhan.

Lalu, jika ketiga perilaku konsumsi baterai di semua perangkat pintar relatif sama, mengapa perangkat ber-basis Android saja yang “lebih sering terdengar” boros baterai?

Saat ini, saya melihat alasan paling mendasar dari pemakaian OS Android oleh mayoritas pembuat perangkat pintar adalah mereka bisa menghasilkan produksi dengan harga jual yang sangat terjangkau. Ada aturan main yang memang harus diikuti oleh para pabrikan perangkat pintar tersebut dalam memanfaatkan OS Android. Namun, hal itu tidak menjadikan mereka menderita kerugian.

Kemudahan untuk bisa disesuaikan dengan kondisi kemampuan perangkat pintar, membuat Android banyak digunakan pada produk perangkat pintar ber-kapasitas terbatas. Dimana kita sering mendengarnya dengan sebutan “perangkat low-end”. Akibat keterbatasan dari perangkat low-end inilah julukan “Android boros baterai” banyak terdengar. Namun demikian, saya tidak melihat Google menjadikan hal itu sebagai sebuah harga mati bagi produk low-end.

Sejauh mana dan berapa lama usaha yang bisa dikerjakan Google untuk menjadikan Android sebagai OS favorit perangkat pintar?  Kita tunggu saja realisasinya. Saya rasa, hanya sekedar mendapatkan julukan “boros baterai”, bukan berarti tidak ada yang bisa dilakukan untuk menjadikan Android lebih bersahabat dengan energi di kemudian hari.

Semoga bermanfaat!