Zirah Antena : Cara Menghitung Kelayakan Kecepatan Internet

Seberapa besar pencapaian performa yang berhasil didapatkan dengan menggunakan Zirah Antena?

Berapa besaran arus lalulintas data dalam berinternet dengan menggunakan Zirah Antena?

Model pertanyaan-pertanyaan seperti itulah yang kemudian mengganjal di pikiran saya sejak Zirah Antena mulai menampakkan wujudnya.

Foto : Wujud awal Zirah Antena model INT-01

Meski telah lama menggunakan internet nirkabel, cara mengukur kapasitas performa koneksinya secara “real” merupakan persoalan yang belum pernah dapat saya pecahkan. Sejauh mana tingkat koneksi internet yang termasuk dalam kategori kurang, sedang atau baik?

Bagaimana menjelaskan bahwa kecepatan internet nirkabel sebesar 10 Mbps yang berlangsung di rumah saya sudah bisa dikategorikan baik?

Atau sedang (biasa-biasa saja)?

Atau bahkan benar-benar buruk???

Selama kategori tingkat koneksi internet nirkabel seperti itu tidak bisa disajikan dalam bentuk angka, maka cerita eksperimen Zirah Antena juga tak ubahnya seperti sebuah dongeng belaka.

Data pemakaian Internet Nirkabel skala Nasional

Untuk mendapatkan hasil pengukuran performa satu perangkat secara nyata, maka dibutuhkan data pemakaian perangkat serupa untuk dijadikan sebagai pembanding. Karena dipasaran tidak ada perangkat komunikasi data yang menyerupai Zirah Antena, maka sulit untuk memperkirakan sejauh mana efektifitas dampaknya terhadap sinyal internet nirkabel. Jadi, mau-tidak mau saya harus menemukan data pemakaian internet nirkabel dari perangkat komunikasi data nirkabel secara umum.

Artinya, Zirah Antena akan dibandingkan dengan gabungan hasil pemakaian internet dari berbagai perangkat komunikasi data nirkabel, termasuk smartphone. Cara ini saya anggap lebih realistis untuk menemukan titik performa Zirah Antena yang lebih mendekati.

Untuk itu, saya membutuhkan data (skala nasional) kecepatan rata-rata dan kecepatan tertinggi atas pemakaian internet para pengguna dari ISP yang saya pakai, yaitu Tri.

Untuk hasil yang lebih fair, saya menggunakan dua sumber data berbeda sebagai dasar perhitungan, yaitu data dari nPerf dan OpenSignal. Data dari nPerf berupa nilai kecepatan rata-rata dari setiap provider di Indonesia, sedangkan data dari OpenSignal berupa data nilai kecepatan internet tertinggi dan terendah gabungan semua ISP di Indonesia.

Data kecepatan Internet di Indonesia

Lampiran gambar di bawah ini adalah daftar rata-rata kecepatan internet ISP di Indonesia pada tahun 2019 yang bersumber dari nPerf :

Gambar : Tabel Kecepatan Internet Nirkabel di Indonesia tahun 2019

Sedangkan data yang bersumber dari OpenSignal saya ambil dari artikel yang dipublikasikan CNN tahun 2019 dimana sudah dalam bentuk rangkuman kecepatan internet dari beberapa negara. Disitu disebutkan bahwa batas tertinggi (batas atas) kecepatan “download” internet nirkabel di Indonesia adalah sebesar 18,5 Mbps. Dan, batas terendahnya (batas bawah) adalah 6 Mbps.

Saya mengartikan bahwa batas tertinggi adalah kecepatan maksimum yang bisa diraih di saat koneksi berlangsung di waktu lengang. Sedangkan batas terendah adalah kecepatan maksimum yang bisa diraih di saat koneksi berlangsung di waktu padat. Karena kedua nilai batas kecepatan memiliki karakteristik waktu pemakaian yang berbeda, saya membaginya untuk memperoleh batasan lama waktu koneksi yang lebih spesifik dalam sehari (24 jam).

Saya mengasumsikan lama waktu koneksi berlangsung padat selama 18 jam, yaitu dimana mayoritas pengguna internet pada umumnya masih terjaga atau beraktivitas (belum tidur). Sedangkan lama waktu koneksi berlangsung lengang selama 6 jam, yaitu dimana mayoritas pengguna internet dalam kondisi minim aktivitas (sudah tidur).

Dengan demikian, maka nilai rata-rata kecepatan internet di Indonesia dalam sehari menjadi :

= ((18,5 Mbps x 6) + (6 Mbps x 18)) / 24
= (111 + 108) / 24
= 219 / 24
= 9,125 Mbps per jam.

Dari 9,125 Mbps ini, bisa diperoleh nilai parameter untuk mencari batas atas dan batas bawah kecepatan internet berdasarkan kecepatan rata-rata internet dari setiap ISP di Indonesia dari data nPerf :

Default batas tertinggi = (18,5 / 9,125) = 2,03
Default batas terendah = (6 / 9,125) = 0,66

Sebagai contoh untuk mencari kisaran nilai batas kecepatan tertinggi dan terendah dari Telkomsel yang memiliki nilai rata-rata kecepatan internet sebesar 9,96 Mbps :

Batas tertinggi = 2,03 x 9,96 = 20,22 Mbps
Batas terendah = 0,66 x 9,96 = 6,57 Mbps

Jadi, jika kita internet-an menggunakan sim card Telkomsel, kecepatan internet tertinggi yang bisa dicapai di saat koneksi lengang adalah sebesar 20,22 Mbps. Sedangkan di saat koneksi padat, hanya sebesar 6,57 Mbps.

Sedangkan untuk kecepatan internet dari Tri yang dengan rata-rata 4,81 Mbps, maka kisaran nilai batas kecepatan tertinggi dan terendahnya adalah :

Batas tertinggi = 2,03 x 4,81 = 9,76 Mbps
Batas terendah = 0,66 x 4,81 = 3,17 Mbps

Dari sini, kita bisa membolak-balik susunan angka tersebut untuk mendapatkan nilai terkait kecepatan internet yang dibutuhkan berdasarkan provider jaringan internet yang kita pakai.

Kebenaran Metode Perhitungan

Sejauh mana kebenaran metode perhitungan di atas dalam menentukan tingkat kelayakan nilai kecepatan internet?

Saya menggunakan dua ISP berbeda untuk internet-an di rumah, yaitu : Smartfren dan Tri. Pada setiap gawai, saya pasang aplikasi pemantau lalulintas data (traffic internet connection monitor). Sehingga, saat setiap proses download berlangsung, akan nampak dan bisa dipantau pada layar nilai kecepatan tertinggi dan terendah dari masing-masing ISP.

Untuk Smartfren, saya pernah mendapatkan kecepatan tertinggi pada nilai 3,2 MBps (setara 25,6 Mbps). Sedangkan untuk Tri, saya pernah mendapatkan nilai kecepatan tertinggi sebesar 2,1 MBps (setara 16,8 Mbps).

Meskipun begitu, kedua nilai tersebut bukanlah nilai yang bisa dijadikan sebagai ukuran kepastian dari batas kecepatan tertinggi yang sebenar-benarnya. Karena, kedua nilai tersebut muncul saat ditengah waktu proses download sedang berlangsung saja. Bukan dari awal hingga proses download berakhir.

Sehingga untuk mendapatkan hasil dengan nilai kecepatan lebih mendekati nyata, harus menggunakan aplikasi Speed Test. Dengan aplikasi tersebut, setiap test kecepatan proses download dan upload akan dikerjakan seutuhnya dari awal hingga akhir tanpa terkecuali.

Dari situ akan diperoleh nilai kecepatan data yang berhasil ditransmisikan per detik dari setiap proses download dan upload, kemudian nilai-nilai tersebut dijumlahkan dan dirata-ratakan. Nilai hasil rata-rata itulah yang kemudian dianggap sebagai nilai “real” kecepatan internet dari perangkat yang kita pakai.

Selanjutnya, nilai hasil Speed Test yang didapat harus diperbandingkan dengan data kecepatan internet dari pihak ketiga. Dimana dalam kasus ini, saya menggunakan data kecepatan internet milik nPerf dan OpenSignal.

Dengan memperbandingkan data nilai batas atas kecepatan internet antara hasil Speed Test dan kedua sumber tersebut, kita akan mengetahui dengan jelas letak posisi nilai “real” kecepatan internet perangkat yang kita pakai tersebut masuk dalam kategori kecepatan internet tertinggi atau terendah.

Menurut saya, metode perhitungan di atas bisa mewakili dan dapat dipertanggungjawabkan tingkat kebenarannya.

Memang, banyak faktor yang menentukan nilai hasil setiap aplikasi Speed Test. Salah satunya adalah kualitas server yang menjadi target aplikasi. Oleh sebab itu, kita tidak bisa menyimpulkan kebenaran hasil Speed Test hanya dengan melakukan satu atau beberapa kali test kecepatan.

Saya mengerjakan hingga puluhan kali test kecepatan agar diperoleh hasil yang cukup “fair” untuk diperbandingkan.

Cara Penerapannya…?

Berikut ini adalah contoh soal cara yang saya terapkan untuk mengukur tingkat kelayakan kecepatan internet nirkabel di rumah.

Untuk mendapatkan data kecepatan internet, saya menggunakan perangkat lunak Speed Test yang diaplikasikan setiap hari pada Maret 2019. Tangkapan layar di bawah ini merupakan sebagian perekaman aktivitas dari hasil Speed Test :

Gambar : Tangkapan Layar Hasil Speed Test

Nilai batas tertinggi kecepatan internet dari hasil speed Test yang dapat saya capai menggunakan provider Tri adalah 10 Mbps. Berdasarkan nilai 10 Mbps tersebut, saya bisa mendapatkan nilai rata-rata dari kecepatan internet yang berlangsung di rumah, yaitu :

Kecepatan rata-rata = 10 / 2,03 = 4,93 Mbps

Dengan demikian, kecepatan internet batas atas dan bawah menjadi :

Batas atas = 2,03 x 4,93 = 10 Mbps
Batas bawah = 0,66 x 4,93 = 3,25 Mbps

Perlu saya tekankan kembali kalau perbandingan nilai kecepatan rata-rata tersebut berdasarkan kemampuan mentransmisikan data antara perangkat komunikasi data yang ada di rumah saya dengan yang dipakai oleh para pengguna Tri pada umumnya.

Jika dibandingkan dengan nilai rata-rata kecepatan pengguna Tri pada umumnya yang sebesar 4,81 Mbps sebagaimana tertera pada tabel nPerf di atas, perangkat komunikasi yang saya gunakan untuk internet-an saat itu “tampak” memiliki kemampuan “sedikit” lebih baik 0,12 Mbps dari perangkat komunikasi yang dipakai untuk internet-an oleh para pengguna sim card Tri pada umumnya.

Dengan nilai kecepatan rata-rata yang “nampak” lebih baik tersebut, sudah tentu secara otomatis menghasilkan batas atas dan batas bawah kecepatan internet yang lebih baik juga, yaitu : 10 Mbps dan 3,25 Mbps.

Namun realitanya, nilai kecepatan 10 Mbps tersebut memang termasuk dalam batas nilai default kecepatan tertinggi yang dihadirkan oleh Tri untuk penggunanya. Sehingga bisa dibilang situasi kecepatan internet seperti itu merupakan kondisi yang biasa saja dan bukanlah sesuatu yang istimewa.

Keistimewaan yang sebenarnya terletak pada perangkat Zirah Antena. Dimana sebelumnya batas atas kecepatan internet di rumah saya yang sebesar 4 Mbps, kini menjadi 10 Mbps.

Jadi…

Nah, pertanyaan yang utama adalah apakah nilai kecepatan 10 Mbps yang saya dapatkan di rumah sudah bisa dinyatakan layak?

Jawabannya tentu saja layak.

Perangkat Zirah Antena model INT-01 yang saya pakai saat itu, telah mampu meningkatkan kemampuan antena portable mentransmisikan data dari sinyal nirkabel hingga batas kecepatan maksimum yang bisa disediakan oleh Tri.

Foto : Zirah Antena model INT-01

Namun ternyata situasi permasalahan internet lemot di rumah saya tidaklah semudah itu bisa terselesaikan.

Realitanya, hanya satu ISP yang mampu menghadirkan sinyal 4G secara konsisten di tahun 2019, yaitu Smartfren. Sedangkan ISP lainnya masih “tambal-sulam” antara 3G ~ 4G, termasuk ISP Tri.

Sim card Tri yang saya pakai telah sepenuhnya menggunakan teknologi 4G, maka default sinyal nirkabel yang berlaku dan bisa dipakai untuk internet-an hanya sinyal 4G. Situasi internet-an menjadi kembali “suram” setiap sinyal 4G dari Tri melemah/menghilang dan berubah menjadi UMTS atau bukan 4G. Pada situasi seperti itu, otomatis internet di rumah saya menjadi mode “no signal available”.

Itu yang menjadikan eksperimen Zirah Antena terus berlanjut dikembangkan hingga di penghujung tahun 2019 dan berakhir dengan produk Zirah Antena model INT-05 ~ Bold Bread.

Foto : Zirah Antena model INT-05 ~ Bold Bread

Batas atas kecepatan internet dampak dari Zirah Antena model INT-05, hanya berada dikisaran 6-7 Mbps. Jauh berkurang dibanding hasil dari model INT-01 yang 10 Mbps. Namun, internet-an dengan menggunakan model INT-05, tidak pernah lagi terjadi situasi “no signal available” di rumah saya.

Gambar : Tangkapan layar hasil SpeedTest Zirah Antena model INT-05 pada Mei 2022.

Tidak ada perubahan pada sim card, modem, antena portable maupun router untuk pemasangan Zirah Antena model INT-05. Semua perangkat masih sama seperti saat Zirah Antena model INT-01 dikembangkan.

Mengapa saya menggunakan data tahun 2019?

Begini alasannya :

  • Data perekaman yang saya kerjakan di rumah, berlangsung pada tahun tersebut.
  • Semua fakta lapangan sudah ter-verifikasi secara valid.
  • Situasi aktivitas masyarakat masih berjalan normal (sebelum pandemi/ Corona).
  • Belum terjadi merger antara dua provider : Indosat dan Tri.

Pada akhirnya, saya mendapatkan kalau tingkat kelayakan kecepatan internet bukan sekadar ditentukan dengan nilai tinggi-rendahnya. Tapi juga pada kualitas konsistensi dari besaran lalulintas data yang ditransmisikan. Bagian ini yang sebenarnya sulit untuk didapatkan karena dinamika jumlah pengguna internet yang aktif selalu berubah dari waktu ke waktu.

Semoga bermanfaat! 🙂

Zirah Antena : Fakta Lain Penyebab Internet menjadi Lemot

Pada rentang waktu mulai November 2019 (pertama kali ketiga unit Bold Bread rampung seutuhnya) hingga Agustus 2020, Bold Bread berpindah letak posisi pemasangan di dalam rumah sebanyak 3 kali. Tindakan itu dikerjakan untuk menyesuaikan kekuatan sinyal internet yang mendadak melemah karena titik fokus sinyal terkuat berubah tempat .

Foto : Bold Bread

Sebenarnya, saya sudah mencurigai ada kejanggalan setiap kali kekuatan sinyal jaringan nirkabel melemah, dan kembali menguat setelah Bold Bread dipindah-tempatkan.

Hal yang menjadi permasalahan adalah :

Mengapa titik sinyal terkuat bisa mendadak berpindah tempat setiap setelah berjalan dalam waktu beberapa bulan?

Namun saat itu saya abaikan dan berusaha meyakinkan diri sendiri kalau penyebabnya berasal dari gangguan faktor eksternal.

Permasalahan sinyal yang tetiba melemah ini mencapai puncaknya pada akhir November 2020… Lanjutkan membaca “Zirah Antena : Fakta Lain Penyebab Internet menjadi Lemot”

Zirah Antena : Memaksimalkan TCP

Empat bulan semenjak artikel terakhir dipublikasikan, saya menghilang sementara dari peredaran. Rencana awalnya, hendak mengujicoba dampak Bold Bread terhadap perangkat komunikasi data yang ada di rumah. Memang itu yang saya kerjakan, namun lama waktu pengerjaan uji-coba menjadi melar hingga beberapa bulan selanjutnya.

Tidak ada masalah dan tidak ada yang salah dengan tiga unit Bold Bread (Bold Bread-3, Bold Bread-6, Bold Bread-9) yang diujicobakan. Penyebab melar-nya waktu uji-coba karena saya keasyikan menikmati suasana baru dalam berinternet yang dihadirkan ketiga unit tersebut. Ketika di minggu keempat bulan Maret 2020, iseng-iseng mencoba untuk streaming LIVE tv… dan ternyata… berfungsi! Lanjutkan membaca “Zirah Antena : Memaksimalkan TCP”

Kenapa koneksi (internet)-nya jadi Lelet?

Pertanyaan yang dulu sering muncul di kepala saya setiap saat sedang internet-an dan tampilan layar tablet mendadak diam disertai gambar lingkaran kecil berputar-putar di tengah layar cukup lama.

Dugaan awal yang menjadi sasaran kambing hitam adalah kualitas teknologi nirkabel provider internet yang buruk.

Namun, benarkah hal itu semata-mata disebabkan karena rendahnya kualitas teknologi nirkabel yang dipakai si provider internet?

Ada beberapa software penguji kualitas jaringan (network) yang saya install dari google play store. Satu diantaranya yang tetap dipertahankan hingga sekarang adalah aplikasi Network Tester. Aplikasi itu juga yang menjadi parameter performa selama eksperimen Zirah Antena dikerjakan.

Lanjutkan membaca “Kenapa koneksi (internet)-nya jadi Lelet?”

Zirah Antena : Double Donat dan Cone Cake

Beginilah urutan perkembangan produk hasil eksperimen terkait Zirah Antena dari model terawal hingga terkini (Desember 2019) :

Foto : Perkembangan model produk eksperimen Zirah Antena

Dua model pertama, telah saya ceritakan sebelumnya pada artikel Zirah Antena dan artikel Zirah Antena: Repeater tanpa Listrik?

Cerita selanjutnya, merupakan garis besar pembahasan eksperimen tiga unit terakhir sebagaimana nampak pada urutan foto di atas yang saya kerjakan selama dua bulan belakangan. Lanjutkan membaca “Zirah Antena : Double Donat dan Cone Cake”

Zirah Antena: Repeater tanpa Listrik?

Rencana membuat standar ukuran Zirah Antena terpaksa saya batalkan setelah performanya menurun secara bertahap. Sekitar tiga minggu setelah artikel Koneksi Internet dan Zirah Antena dipublikasikan, performa Zirah Antena berada di level terburuk. Akses internet berlangsung sengsara sepanjang hari. Baik di waktu siang maupun malam bahkan di waktu subuh.

Ada dua pilihan yang bisa ditempuh: membuangnya atau merekonstruksi semua perihal tentang Zirah Antena. Pilihan untuk membuang terlihat jauh lebih mudah dan realistis karena saya memang tidak memiliki kapabilitas di bidang teknologi antena.

Namun, tetap saja ada rasa tidak rela untuk membuang semua itu begitu saja. Pengalaman dimana Zirah Antena dapat meningkatkan kualitas akses internet secara signifikan, memberikan saya satu pemahaman bahwa adalah mungkin untuk memperbesar jalur akses internet di lokasi yang sebelumnya sulit dijamah sinyal internet.

Sepertinya, saya perlu menelusuri kembali foto-foto dokumentasi selama pengembangan Zirah Antena. Mungkin ada bagian terlewati yang kemudian mengakibatkan performanya terjun bebas tanpa sebab yang jelas. Lanjutkan membaca “Zirah Antena: Repeater tanpa Listrik?”

Koneksi Internet dan Zirah Antena

“Beneran yang begituan bisa nambah (kuat) sinyal (internet)? Apa bedanya sama antena yang biasa?”, tanya seorang rekan saat melihat Zirah Antena yang terpasang di rumah saya.

Foto : Zirah Antena ~ INT-01

Merupakan sebuah reaksi rasa tidak percaya yang sudah sewajarnya bagi siapapun yang pernah berurusan dengan situasi koneksi internet yang lelet.

Karena, kalau berbicara tentang antena, kuncinya terletak dan akan (hampir) selalu bermuara pada faktor lokasi. Sebaik apapun kualitas sebuah antena, akan ditentukan pada lokasi tempat antena itu dipasang. Hal serupa juga berlaku bagi antena portable nirkabel. Itu alasan yang pertama.

Alasan kedua, tidak ada sambungan langsung secara fisik yang menghubungkan antara antena portable dengan Zirah Antena. Dengan kondisi seperti itu, bagaimana bisa kedua perangkat tersebut bisa saling memengaruhi?

Tabel Kecepatan Internet

Setelah antena portable dibungkus Zirah Antena, memang ada penambahan dalam kecepatan lalulintas data. Namun belum bisa dikatakan sepenuhnya nyaman, karena koneksi masih banyak tersendat disaat peak hours. Meski masih tersendat, kondisi terakhir Zirah Antena saat itu merupakan tahap yang penting bagi saya. Karena, itu merupakan titik awal dimana Zirah Antena terlihat bisa memberikan dampak perbaikan terhadap kelancaran lalulintas data di luar peak hours.

Tapi, kedua alasan di atas membuat saya kembali berpikir untuk mempertimbangkan perlu-tidaknya mengembangkan Zirah Antena. Opsi membeli antena portable yang lebih canggih merupakan pilihan paling murah dan paling realistis untuk menyelesaikan masalah koneksi internet nirkabel yang tidak konsisten bagi seorang awam ilmu antena seperti saya.

Sebuah situasi yang membingungkan…

Beristirahat dan menanggalkan semua kebingungan itu adalah tindakan terbaik yang bisa saya kerjakan setiap sebelum membuat keputusan. Dan di saat masa “tenang” berjalan, saya menemukan artikel yang memuat tabel perbandingan kecepatan rata-rata internet dari 6 (enam) provider di Indonesia :

Gambar : Tabel Kecepatan Internet ISP di Indonesia tahun 2017

Saya mengasumsikan bahwa data yang terangkum di tabel berasal dari beragam perangkat komunikasi data pada umumnya yang digunakan untuk internet-an (antena, modem dan smartphone) dengan beragam model dan beragam kualitas pabrikan.

Dalam hal ini, saya mengartikan bahwa kapasitas lalulintas data antara menggunakan antena portable yang saya pakai saat ini dengan antena portable lain di pasaran adalah mirip. Sehingga, kalaupun kemudian saya membeli antena portable yang baru, tidak ada jaminan aktivitas berinternet akan berlangsung lebih baik dibanding antena portable yang dipakai saat ini.

Saya putuskan untuk kembali ke Zirah Antena dan melanjutkan mencari kemungkinan yang bisa dipakai untuk mengembangkannya.

Mempertebal fisik Zirah Antena

Karena tidak mengerti dari mana harus memulai tahapan selanjutnya, saya mencoba mengawali dengan memperbanyak ulir pada bagian Torus. Semula yang hanya terpasang satu, ditambahkan secara bertahap.

Penambahan ulir terus berlanjut sampai akhirnya terpasang 4 (empat) batang kawat tembaga 2,5 mm masing-masing sepanjang 7 (tujuh) meter yang mengulir di bagian Torus. Termasuk penambahan ukuran panjang kawat dari kerucut besar yang semula 2,1 meter menjadi 2,8 meter. Secara keseluruhan, fisik Zirah Antena tidak berubah. Hanya terlihat lebih rapat dan tebal dari sebelumnya.

Foto : Mempertebal Kumparan Kawat Tembaga

Setelah tahap “penebalan” fisik selesai dikerjakan, nyaris tidak ada peningkatan apapun dalam kualitas arus lalulintas data. Saya mulai berpikir bahwa semua ini bisa berakhir pada sebuah kesia-siaan. Zirah Antena pun saya biarkan tetap terpasang pada tempatnya.

Ada rasa kecewa… Itu sudah pasti.

Saya bukan robot.

Namun kekecewaan seperti itu adalah konsekuensi. Suka atau tidak, kegagalan merupakan bagian dari kenyataan bereksperimen.

Lempeng Kumparan

Setelah satu-dua minggu kemudian, iseng-iseng saya cangkokkan kumparan berbentuk lempengan (lempeng kumparan) di bagian bawah Zirah Antena. Nampak perubahan tingkat respon browsing yang lebih cepat. Tapi, seringkali setelah lewat beberapa puluh Megabyte (akumulasi kurang dari 100 Megabyte), koneksi terhenti dan menggantung cukup lama.

Hal serupa juga dulu terjadi ketika diawal bagian kerucut besar dicangkokkan. Kerucut besar berperan dalam menaikkan respon koneksi aktivitas berinternet secara keseluruhan. Mulai dari game online hingga streaming video. Sering seluruh aktivitas berinternet terhenti dan menggantung setelah beberapa puluh Megabyte terlewati. Situasi tersebut baru bisa terselesaikan setelah dicangkokkan kerucut berukuran lebih kecil di dalamnya.

Begitu juga dengan ulir kecil yang melingkar di dalam Torus. Itu berfungsi untuk mengatasi proses download/upload yang terus melambat atau melambat kemudian terhenti.

Apakah demikian juga halnya yang terjadi pada lempeng kumparan?

Saya buat lempeng kumparan berukuran lebih kecil untuk memastikan kebenaran teori tersebut. Setelah lewat beberapa hari men-setting ukuran dan posisi, masalah koneksi terhenti dan menggantung saat browsing pun teratasi.

Foto : Lempeng Kumparan

Mengapa harus lempeng kumparan berbentuk lingkaran? Bolehkah jika berbentuk segitiga atau segi empat? Atau model berbeda selain lempeng kumparan berbentuk lingkaran?

Begini ceritanya :

Sebelum lempeng kumparan dibuat, gambaran dan pertanyaan yang terlintas di benak saya adalah bagaimana caranya memasang sebuah penampang (mis. wajan) yang menggantung di bagian bawah Zirah Antena.

Ide tersebut terus berproses dan berkembang di kepala saya hingga berakhir dengan sebuah gambar bentuk lempeng kumparan berukuran besar yang terpasang di bagian bawah Zirah Antena. Tidak ada prakiraan mengenai berapa nilai ukuran-ukuran yang dibutuhkan untuk membuatnya. Bisa-tidaknya lempengan kumparan itu berfungsi untuk menaikkan performa Zirah Antena, saya juga tidak tahu.

Seperti itulah proses lempengan kumparan terbentuk hingga akhirnya terpasang dibagian bawah Zirah Antena. Sama seperti bagian-bagian lain yang selama ini telah terpasang dan membentuk Zirah Antena. Semuanya dikerjakan dan dibentuk bermula atas gambaran hasil proses ide-ide liar yang melintas di benak saya.

Setelah tahap lempeng kumparan (besar dan kecil) selesai, performa lalulintas data bertambah jauh lebih meyakinkan dibanding saat fisik Zirah Antena selesai ditebalkan. Selain menaikkan nilai batas tertinggi (diluar ekspektasi), juga membuat lalulintas data berjalan lebih stabil dan responsif. Perbedaan yang benar terasa adalah akses internet yang lebih ringan, cepat dan mudah selama 24 jam setiap harinya.

Ulir ke kiri… ulir ke kanan…

Ada hal baru yang juga baru saya pahami sejak mencangkokkan lempeng kumparan, yaitu : dibutuhkan dua ulir yang berbeda ukuran dan berbeda arah lilitan untuk menciptakan dinamika pergerakan sinyal internet nirkabel.

Lilitan ke arah kiri (melawan jarum jam) akan menutup koneksi lalulintas data. Sedangkan lilitan ke arah kanan (mengikuti jarum jam) akan membuka koneksi.

Konsep tersebut sudah sangat banyak disampaikan dan dijabarkan di internet dalam konteks medan elektromagnetik bermuatan positif (ke kanan) dan negatif (ke kiri). Dalam praktek sehari-hari, mirip dengan muatan arus plus dan minus pada listrik dua arah (AC). Atau seperti pada besi magnet yang memiliki kutub Utara dan kutub Selatan.

Dan, saya baru menyadari kepentingan dan keterkaitan kedua hal itu setelah membuat lempeng kumparan.

Dengan demikian, setiap bagian yang membentuk Zirah Antena memang harus dibuat sepasang namun berbeda ukuran. Bentuk berukuran besar harus memiliki lilitan ke arah kanan (positif), sedangkan yang kecil ke kiri (negatif). Jika terbalik, (atau apapun yang menjadikan lilitan ke kiri lebih besar/banyak dari lilitan ke kanan secara keseluruhan) maka koneksi akan terhenti (tertutup).

Betapapun saya mengharapkan atau menanti dengan sabar, koneksi akan tetap tertutup. Saya telah beberapa kali mencobanya dan kenyataan yang terjadi tetap sama. Koneksi tidak pernah akan terbuka selama formasi lilitan bermuatan negatif mendominasi salah satu bagian dari Zirah Antena.

Bentuk Antena yang Janggal

Tidak semua ide memiliki langkah awal yang jelas untuk memulainya. Demikian juga dengan proses dan waktu untuk mewujudkannya. Meskipun sudah dan sedang dikerjakan, belum tentu bisa berakhir dengan memiliki satu bentuk nyata.

Foto : Zirah Antena ~ model INT-01

Saat ini, saya tidak pernah lagi memaksakan sebuah ide harus berakhir sama atau berbeda dengan wujud yang sudah pernah ada beredar di pasaran. Mengekang/membatasi proses perkembangan ide dengan tujuan menghindari konfrontasi adalah kesalahan fatal. Karena, jika itu tetap dilakukan, maka kita tidak akan pernah mengetahui seberapa jauh dan besar potensi yang sesungguhnya dimiliki dan dapat dikembangkan dari ide tersebut.

Begitu juga dengan ide Zirah Antena dari awal dirancang, dibuat dan dikembangkan. Sampai kapanpun, keberadaannya akan tetap dikembalikan menurut fungsi dan manfaat sebagaimana ide yang mendasari pembuatannya. Wujudnya saat ini, cenderung dimaknai hanya sebagai identitas. Dan semua itu akan berproses bersama perkembangan teknologi antena yang terjadi di waktu selanjutnya.

Daripada berkutat pada masalah penampakan yang berbeda dengan antena pada umumnya, saya lebih memilih mengabaikan sambil menikmati proses perkembangan dalam dan selama mengerjakannya.

Bagi saya, saat-saat proses pengembangan merupakan hal yang menyenangkan untuk dinikmati dan terasa sayang jika harus dirusak hanya dikarenakan masalah perbedaan penampilan.

Jadi…?

Hingga saat ini, saya masih tidak memahami bagaimana Zirah Antena secara teknik dapat mengatasi hambatan sinyal yang disebabkan oleh lokasi. Demikian juga dengan cara kerjanya yang bisa memengaruhi antena portable tanpa memerlukan sambungan fisik secara permanen.

Apakah kedua hal tersebut bisa dianggap menjadi perbedaan dan keuntungan dari membuat Zirah Antena daripada membeli antena siap pakai?

Awal tujuan sebenarnya, hanya ingin mengetahui kebenaran ada-tidaknya pengaruh kumparan kawat tembaga dengan gelombang sinyal internet. Tidak ada niatan untuk mengembangkannya. Namun setelah beberapa waktu kemudian terlihat ada keistimewaan dalam menangani sinyal internet, saya mencoba memodifikasinya. Semua itu berlanjut dan perlahan mengubah tujuan awal menjadi fokus pada penyempurnaan koneksi internet.

Setelah rampung, saya sendiri bingung untuk memastikan sosok Zirah Antena yang sebenarnya.

Penamaan Zirah Antena sendiri bertujuan untuk mempermudah pengidentifikasian agar lebih mudah dalam penulisan dan menyebutkannya. Namun apakah kemudian Zirah Antena bisa dikategorikan sebagai sebuah perangkat komunikasi data atau perangkat apapun lainnya, saya sudah tidak mau peduli.

Intinya, perangkat ini bisa berfungsi dan dimanfaatkan untuk kepentingan komunikasi data sebagaimana layaknya antena.

Saya berencana membuat replika-nya untuk mendapatkan kepastian standar ukuran dan bentuk yang baku.

Semoga bermanfaat. 🙂

Membuat Zirah Antena

Ada 3 bagian terpisah dimiliki Zirah Antena :

  1. Kumparan donat (besar dan kecil)
  2. Kaki penyangga
  3. Kerucut (besar dan kecil)

1. Kumparan donat

Kumparan donat ini saya namakan Torus, karena memang dari situ asal ide pembuatannya. Torus ini terdiri dari tiga bagian, yaitu :

1. lingkar kawat (tembaga) dengan diameter lingkaran 16,5 cm
2. kawat (tembaga) berulir besar
3. kawat (tembaga) berulir kecil

Bahan untuk membuat lingkar kawat adalah kawat tembaga 2,5 mm sepanjang 1,15 meter, bahan ulir besar adalah kawat tembaga 1,5 mm sepanjang 7 meter dan bahan ulir kecil adalah kawat tembaga 1,5 mm sepanjang 5 meter. Lanjutkan membaca “Membuat Zirah Antena”