Berawal dari percakapan ditelepon dengan salah seorang kerabat yang mengalami penggantian unit meteran listrik di rumahnya. Tidak ada masalah pada administrasi dan penggantian unit meteran lama dengan yang baru dimana diberikan secara gratis oleh pihak PLN. Inti pembicaraan berkisar sekitar permasalahan isi kabel (kawat tembaga) yang terhubung ke unit meteran baru menjadi hanya dua (positif dan netral)? Padahal sebelumnya ada tiga (positif, netral dan arde).

Beberapa hari kemudian, saya berkunjung ke rumah beliau. Saya pun menjadi bingung melihat kenyataan bahwa kondisi instalasi listrik telah berubah menjadi tanpa kawat arde. Sebagaimana beliau ceritakan sebelumnya, dari tiga kawat (positif, netral dan arde) kini hanya dua kawat saja yang masuk ke meteran (positif dan netral). Sama halnya dengan kabel keluaran dari meteran dan masuk ke box MCB dalam rumah. Secara fisik, ketiga kawat dalam kabel masih ada, namun di-“papas” (potong) hingga nyaris tidak terlihat lagi.

Perbedaan fisik antara unit meteran baru dan lama (selain perbedaan body) terletak pada unit piringan berputar telah digantikan dengan kedipan lampu led merah. Tidak ada keistimewaan lain dalam meteran baru tersebut kecuali terdapat tulisan “FASE TUNGGAL DUA KAWAT KELAS SATU”. Lalu, bagaimana kawat arde yang sebelumnya terhubung pada meteran lama?

 

Fungsi kawat arde

Ada beberapa hal dimana keberadaan kawat arde dibutuhkan pada jaringan kabel instalasi listrik di sebuah bangunan. Salah satu kegunaan kawat arde yang saya ketahui adalah meredam kelebihan arus listrik yang timbul pada fisik permukaan unit perangkat listrik / elektronik, seperti body kulkas atau body CPU komputer, dengan cara mengalirkan kelebihan arus listrik tersebut ke instalasi grounding.

Sebelum saya sempat menanyakan adanya efek setelah pemasangan unit meteran baru, pemilik rumah telah mendahului bercerita bahwa dirinya pernah tersengat listrik saat memegang body komputer setelah beberapa hari pemasangan unit meteran baru dikerjakan. Kemudian beliau pun menyatakan maksud dari pembicaraan ditelepon beberapa hari sebelumnya. Bagaimana caranya agar kondisi listrik di rumahnya dapat kembali seperti sebelum terjadi penggantian unit meteran baru. Tujuannya hanya satu, agar tidak tersengat listrik lagi saat tangannya menyentuh body CPU.

Dengan kondisi rumah tua di lokasi rawan banjir dan penghuni sudah berumur, saya pun mengurungkan niat menyatakan pendapat untuk membuat instalasi grounding di dalam tanah. Lalu, saya sarankan untuk menancapkan kawat kuning yang sedianya berfungsi sebagai arde, pada dinding / tembok dekat unit meteran saja. Beliau pun menyetujui saran saya, “Terserahlah…, yang penting nggak kesetrum lagi”. Begitu kira-kira perkataan beliau. Maka, kawat kuning pun saya tancapkan masuk ke tembok.

Beberapa jam kemudian sesampainya di rumah, beliau menelpon dan mengucapkan terima kasih atas apa yang telah saya kerjakan di rumahnya. Ternyata, sepulang saya dari rumahnya, beliau men-sengaja-kan tangannya kembali memegang body CPU. Namun, kali ini tanpa “bonus tambahan” sengatan listrik. Syukurlah…

Setelahnya satu bulan berlalu, saya menelpon beliau guna memeriksa perkembangan terakhir. Beliau menyatakan tidak ada masalah apa pun, kondisi listrik di rumahnya telah kembali seperti sebelum penggantian meteran baru.

Istilah phase dalam dunia listrik…

Saya pun mulai bertanya-tanya sendiri mengenai konsep kerja unit meteran baru tersebut. Apa maksud tulisan “FASE TUNGGAL DUA KAWAT KELAS SATU” yang tertera pada body meteran listrik? Tidaklah sulit menemukan pembahasan mengenai istilah FASE atau PHASE dalam dunia listrik di Google Search Engine (SE). Namun, cukup sulit bagi saya untuk mengerti arti istilah phase dari pembahasan-pembahasan tersebut secara awam.

Berdasarkan informasi dari beberapa sumber, saya menarik beberapa kesimpulan mengenai istilah phase yang biasa digunakan di lapangan. Kata phase itu sebenarnya sama dengan arus listrik positif. Kata fase (phase) dari pertanyaan “Berapa fase listrik di rumah anda?”, pada dasarnya mengacu pada pengertian berapa jumlah arus listrik positif yang terpasang di rumah. Pertanyaan demikian, telah mengundang kerancuan arti kata “fase” itu sendiri dalam kalimat pertanyaan tersebut. Banyak awam mengartikannya sebagai sebuah bentuk instalasi dari aliran listrik yang terpasang seutuhnya, bukan hanya arus listrik “positif” saja. Sehingga banyak yang beranggapan bahwa kata fase / phase sebagai sebuah aliran listrik yang terdiri dari arus positif, netral dan arde.

Kerancuan istilah fase / phase tersebut bertambah luas karena tidak ada pemahaman sejauh mana pemakaian istilah phase itu berlaku. Apakah hanya sebatas instalasi listrik yang dikerjakan oleh PLN dari kabel tiang listrik ke meteran di rumah? Atau, berlaku juga pada instalasi jaringan kabel di dalam rumah?

Istilah phase itu sendiri yang seutuhnya adalah arus listrik “positif” saja. Tidak ada embel-embel arus netral maupun arde. Di bawah ini, saya mencoba mendeskripsikan ruang lingkup pengertian pemakaian istilah phase pada sebuah instalasi listrik dengan menggunakan sebutan phase-input dan phase-output.

 

Phase-Input

Pada dasarnya dari pihak PLN sendiri, menyediakan jasa pemasangan instalasi listrik mulai dari 1 hingga 3 phase. Semakin banyak jumlah phase yang dipasang pada sebuah instalasi listrik, semakin besar daya yang di distribusikan. Dalam penerapan-nya, instalasi listrik yang dipasang untuk kebutuhan bangunan rumah tinggal memiliki jumlah phase sebanyak satu (satu phase). Sedangkan, untuk kebutuhan bangunan industri memiliki jumlah phase sebanyak tiga (tiga phase). Apa yang menyebabkan sektor industri membutuhkan instalasi listrik tiga phase, saya tidak mengetahuinya. Mungkin guna memenuhi kebutuhan pengoperasian mesin-mesin industri di dalamnya.

Untuk kebutuhan rumah tinggal, besaran daya listrik (Watt) tertinggi 1 (satu) phase yang sering saya temukan adalah 6600 Watt. Mungkin ada yang melebihi dari angka tersebut, saya kurang mengetahui batasan akhir besaran daya listrik per 1 phase.

Jadi, pemahaman istilah phase pada instalasi listrik yang dipasang oleh PLN dapat dikatakan sebagai pengadaan arus listrik positif oleh pihak PLN pada sebuah bangunan. Arus listrik negatif, sudah tentu disertakan juga setiap kali instalasi listrik dilakukan. Namun, jumlah pengadaan arus negatif ini tidak selalu harus sama dengan jumlah arus positif-nya. Misalnya, instalasi listrik pada bangunan industri yang memerlukan 3 arus listrik positif, tidak harus disertai dengan 3 arus listrik negatif. Tiga arus positif yang terpasang bisa di akomodasi hanya dengan menggunakan satu arus negatif saja.

Terlepas dari instalasi listrik 3 phase dengan 1 arus negatif pada bangunan industri, instalasi listrik di satu rumah berkapasitas 900 VA dimana tertulis kalimat “FASE TUNGGAL DUA KAWAT” di unit meteran-nya, dapat diartikan sebagai : pengadaan SATU JALUR ARUS LISTRIK POSITIF berdaya 900 VA yang di distribusikan menggunakan DUA KAWAT tembaga. Tentu saja salah satu dari kedua kawat tembaga tersebut bermuatan arus listrik negatif.

Saya mengartikan arus listrik positif yang terdapat dalam instalasi listrik terpasang oleh PLN di rumah seperti itu sebagai phase-input. Jadi, hanya sebatas aliran listrik dari kabel di tiang listrik ke meteran PLN di rumah kita saja.

 

Phase-Output

Instalasi listrik satu phase-input dari PLN yang terpasang di bangunan rumah tinggal akan menghasilkan keluaran satu phase juga (satu arus positif). Namun demikian, jika kita hendak menggunakan lebih dari satu arus positif di dalam rumah (mis. bangunan bertingkat), keluaran satu arus positif ini dapat dipecah menjadi beberapa arus positif.

Caranya dengan menggunakan beberapa unit MCB yang dikumpulkan dalam satu kotak dinamakan box MCB. Beberapa unit MCB ini dihubungkan satu dengan lainnya menggunakan potongan kawat tembaga. Kemudian, salah satu dari unit MCB tersebut dihubungkan dengan arus positif yang terdapat pada kabel keluaran meteran PLN. Maka, arus listrik positif akan mengalir ke setiap unit MCB melalui perantaraan potongan kawat tembaga yang terhubung di setiap MCB. Dengan demikian, setiap unit MCB akan memiliki keluaran arus positif berdasarkan kapasitas yang dimiliki oleh setiap unit MCB itu sendiri.

Misalnya, besaran arus positif pada meteran PLN sebesar 4400 VA hendak dipecah menjadi dua keluaran arus positif yang masing-masing berdaya 2200 VA. Maka, dibutuhkan dua unit MCB berkapasitas masing-masing 10 Ampere yang nantinya terpasang dalam box MCB. Lubang input daya dari kedua unit MCB tersebut dihubungkan dengan potongan kawat tembaga. Kemudian, kawat tembaga bermuatan arus positif dari kabel keluaran meteran PLN dimasukkan ke lubang input daya dari salah satu unit MCB tersebut. Dengan demikian, setiap unit MCB akan menghasilkan keluaran arus positif masing-masing sebesar 2200 VA.

Seperti itulah pemahaman dari istilah phase-output yang saya maksudkan, yaitu arus listrik positif keluaran dari meteran PLN sebagaimana yang telah dijelaskan di atas. Apakah nantinya arus listrik positif ini akan dipecah atau tidak menggunakan perantaraan unit MCB, saya tetap mengartikannya sebagai phase-output. Jika tidak dipecah tetap disebut “satu phase”. Jika di pecah menjadi dua, maka akan menjadi “dua phase”. Jika dipecah tiga, akan menjadi “tiga phase”. Demikian seterusnya.


Jadi, walau pun ada penambahan kata “input” atau “output” di belakang kata phase, keduanya tetap mengacu pada pengertian arus listrik “positif”. Penambahan kedua kata tersebut bertujuan hanya untuk mempermudah pemahaman sebaran arus listrik positif sesuai dengan tempat pemasangannya. Phase-input untuk menyatakan arus listrik “positif” pada jalur kabel mulai dari tiang listrik ke meteran di rumah (bagian PLN). Sedangkan phase-output untuk menyatakan arus listrik “positif” pada jalur kabel dari box MCB ke dalam rumah (bagian pemilik rumah).

Phase dan kawat arde…

Dalam penerapan-nya, instalasi listrik terpasang menggunakan konsep “FASE TUNGGAL DUA KAWAT” ini sama sekali tidak menyertakan keberadaan kawat arde. Karena mungkin memang dinyatakan hanya menggunakan DUA KAWAT saja, yang mana satu kawat bermuatan positif (phase) dan lainnya bermuatan negatif.

Pertanyaannya kembali ke permasalahan awal, bagaimana dengan keberadaan kawat kuning (arde)? Apakah keberadaannya sudah tidak dibutuhkan lagi pada sebuah instalasi listrik yang menggunakan konsep phase? Kemudian, saya kembali mencari di Google SE menggunakan dua kata kunci, yaitu : “SATU PHASE TIGA KABEL” dan “FASE TUNGGAL TIGA KAWAT”. Rupanya, saya belum beruntung… (LOL). Tidak ada situs yang mengakomodasi kedua kata kunci tersebut. Saya pun menyimpulkan dengan tidak ditemukannya hasil pencarian dari kedua kata kunci tadi adalah sebuah kenyataan, bahwa kalimat FASE TUNGGAL DUA KAWAT merupakan sebutan dari satu konsep instalasi listrik yang sudah dibakukan (standar).

Dengan begitu, dapat diartikan bahwa penerapan instalasi listrik FASE TUNGGAL DUA KAWAT adalah sebuah tindakan “final” dari PLN untuk diterapkan di rumah tinggal. Tidak ada lagi kawat arde yang terpasang sebagaimana pada instalasi meteran listrik sebelumnya. Maka, boleh dibilang, kelanjutan dari keberadaan dan fungsi kawat arde sepenuhnya telah menjadi bagian dan tanggung jawab pemilik rumah. Bukan lagi menjadi bagian dan tanggung jawab dari PLN (?).

Apakah instalasi listrik hanya dengan menggunakan dua kawat (positif dan netral) saja memang aman diterapkan dalam lingkungan rumah tinggal? Ataukah memang sudah demikian seharusnya, sehingga pelanggan tidak usah terlalu memedulikan mengenai fungsi dan keberadaan kawat arde?

Berdasarkan beberapa pengalaman, menyambungkan terminal stopkontak hanya menggunakan dua kawat (positif dan netral) saja akan menjadikan perangkat elektronik lebih mudah rusak. Berangkat dari pengalaman-pengalaman tersebut, hingga saat ini, saya tidak pernah mau membuat maupun menyarankan untuk memasang stopkontak atau membuat panjangan stopkontak hanya dengan dua kawat saja. Terlalu tinggi risiko / efek negatif yang mungkin terjadi dan dihadapi oleh pemakainya.

Saya tidak dapat menjelaskan dengan menggunakan istilah baku dalam teknik listrik yang berlaku mengenai bagaimana terpasangnya kawat arde pada stopkontak dapat mengurangi / mencegah kerusakan pemakaian perangkat elektronik / listrik yang tersambung dengan stopkontak tersebut. Namun, berdasarkan definisi fungsi keberadaan kawat arde sebagai peredam terjadinya peredaran arus listrik pada permukaan perangkat listrik / elektronik, bisa dijadikan sebagai ukuran / parameter dari pentingnya keberadaan kawat arde dalam sebuah instalasi listrik.

Jadi, bagaimanapun kondisi instalasi listrik terpasang di rumah anda, saya sarankan untuk tetap memiliki keberadaan kawat arde pada instalasi kabel di dalam rumah. Membuat instalasi grounding di dalam tanah sebagai tempat penampung kelebihan arus listrik yang mengalir pada kawat arde adalah cara terbaik yang saya ketahui hingga saat ini. Menancapkan kawat arde ke tembok hanyalah cara termudah yang pernah saya kerjakan, namun belum diketahui efek negatif yang mungkin timbul di kemudian hari. Prinsipnya untuk saat ini adalah sama dengan yang dikatakan oleh kerabat saya, “… yang penting nggak kesetrum.”.

Saya memiliki contoh kasus yang pernah dibahas di salah satu artikel situs ini mengenai instalasi listrik 1 phase dengan dan tanpa keberadaan kawat arde.

Gambar : 1 phase input menjadi 2 x 2 phase output ~ tanpa arde.

Anda dapat melihat kawat arde dari meteran PLN terpasang pada terminal arde (sebelah kiri gambar) dibiarkan terbengkalai. Kondisi ini menunjukkan bahwa jaringan kabel di dalam rumah tidak memiliki / dilengkapi kawat arde. Efeknya, 80% stopkontak dan saklar lampu hangus setelah 3 tahun sejak penginstalasian tanpa diketahui kapan terjadinya oleh penghuni rumah. Kinerja lemari es / kulkas menjadi tidak stabil, 3 rumah lampu neon TL @40 Watt hangus (balast terbakar), 1 unit televisi 21 inch dan 2 unit exhaust fan rusak total.

Benarkah penyebab kerusakan perangkat-perangkat elektronik dan terbakarnya stopkontak / saklar disebabkan jaringan kabel yang tidak dilengkapi kawat arde? Saya tidak tahu persis. Tapi setelah kondisi kawat dalam box MCB diganti dengan susunan seperti gambar di bawah (1 phase-input menjadi 2 kali 1 phase-output dengan grounding), tidak ada masalah lebih serius daripada mengganti 1 unit lampu SL 8 Watt saja selama 6 bulan pertama sejak susunan kabel dibenahi.

Gambar : satu phase menjadi 2 x 1 phase-output dengan arde

Sedikit rangkuman informasi mengenai fungsi Arde dapat anda temukan pada tulisan Lebih jauh tentang fungsi Arde.

Phase dan stabilizer…

Beberapa hari sebelum artikel ini dipublikasikan, ada pengunjung menanyakan mengenai cara pemasangan stabilizer dan konsep phase. Hanya sedikit informasi saya ketahui mengenai keterkaitan antara istilah phase dengan stabilizer.

Unit stabilizer 3000VA di rumah saya adalah unit dengan sistem 1 phase. Dimana hanya ada dua kawat saja (positif dan netral) yang dijadikan sebagai phase-input dan phase-output. Sementara untuk kawat kuning, tetap disambungkan pada posisi semula karena unit meteran di rumah adalah model lama. Jika unit meteran di rumah anda adalah model baru yang tidak mengakomodasi keberadaan kawat arde (FASE TUNGGAL DUA KAWAT), sebaiknya anda tanyakan kepada petugas PLN cara memperlakukan kawat arde yang sebelumnya telah terpasang di dalam rumah. Mungkin mereka dapat memberikan solusi terbaik untuk itu.

Saya belum pernah melihat maupun mendengar kondisi fisik stabilizer berkapasitas dua atau tiga phase. Namun, jika terdapat panel untuk sambungan masing-masing phase-input dan phase-output (ke-2 dan ke-3) pada masing-masing unit stabilizer tersebut, maka logika pemasangannya pun sama dengan stabilizer 1 phase. Sedangkan untuk kebutuhan groundingnya, saya rasa, lebih baik membuat sendiri dengan menyalurkannya ke dalam tanah.

Semoga bermanfaat…!

2 tanggapan untuk “Phase, Arde dan Instalasi Listrik

Komentar ditutup.