Mengacu pada lampiran keputusan pengenaan tarif listrik pelanggan golongan Rumah Tangga per Januari 2015, terdapat catatan kaki yang menyatakan pemakaian minimum listrik bagi pelanggan pascabayar, yaitu :

RM1 = 40 (Jam Nyala) x Daya Tersambung (kVa) x Biaya Pemakaian

Saya sempat salah memahami catatan kaki tersebut dengan menganggapnya sebagai minimum pemakaian 40 kWh x daya tersambung x biaya pemakaian.

Berapa sebenarnya nilai minimum pemakaian listrik yang dimaksud oleh catatan kaki tersebut?

 

Cara menghitung nilai minimum pemakaian

Pertama-tama, kita harus mengkonversikan nilai dalam satuan VA ke satuan Watt, yaitu menggunakan rumus : VA x Faktor Daya = Watt.

Misalnya, nilai Watt dari kapasitas listrik terpasang 1300VA  adalah sebesar : 1.300 x 0,8 = 1.040 Watt.

Jadi, jika listrik terpasang di rumah anda berkapasitas 1300VA, maka nilai minimum pemakaian listrik yang harus dipenuhi selama satu bulan adalah sebesar : 40 x 1.040 Watt = 41.600 Watt atau 41,6 kWh.

Demikian juga seandainya kapasitas listrik terpasang di rumah sebesar 2200VA, maka nilai minimum pemakaian listrik yang harus dipenuhi selama satu bulan adalah sebesar : 40 x (2.200 x 0,8) = 40 x 1.760 Watt = 70.400 Watt atau 70,4 kWh.

Sama dengan seterusnya untuk perhitungan kapasitas listrik terpasang yang bernilai di atas 2200VA.

Saya kurang memahami alasan digunakannya nilai sebesar 40 jam pemakaian dalam rumus tersebut. Mungkin, nilai ini di ambil dari rangkaian analisa pemakaian listrik pelanggan dalam satu periode tertentu. Sehingga, akhirnya diputuskan bahwa nilai sebesar 40 jam bisa digunakan dalam menentukan waktu minimum pemakaian listrik di sebuah rumah dalam sebulan.

Meng-giring ke arah pemakaian meter prabayar?

Pemahaman saya mengenai pemakaian minimum daya dalam sebulan, mengacu pada jumlah pemakaian daya listrik untuk memenuhi kebutuhan utama (primer) di rumah setiap hari selama sebulan. Sehingga, besarnya nilai kapasitas listrik yang terpasang, didasari atas besaran jumlah dasar pemakaian listrik yang dibutuhkan oleh penghuni di sebuah rumah juga. Jadi, semakin besar kapasitas listrik yang terpasang bisa diasumsikan akibat kebutuhan dasar akan listrik para penghuni rumah yang juga semakin besar.

Konsep perhitungan nilai minimum pemakaian ini, terasa seperti aturan yang sengaja dibuat dengan tujuan agar pelanggan pascabayar beralih ke prabayar. Karena, bisa diartikan bahwa jika ternyata jumlah listrik yang digunakan selama sebulan kurang dari jumlah minimum pemakaian yang ditetapkan, pelanggan pascabayar akan merugi. Seandainya tidak mau mengalami kejadian seperti itu, sebaiknya pelanggan menggunakan meter prabayar saja. Karena, tidak ada aturan minimum pemakaian yang harus ditanggung oleh pelanggan prabayar.

Sebuah ide yang “cerdik” untuk meng-giring para pelanggan pascabayar berkapasitas mulai 1300VA dan di atasnya beralih menggunakan meter prabayar.

Benarkah demikian? Hampir mirip seperti itu, tetapi saya mendapatkan pemikiran berbeda dari kondisi yang sebenarnya sedang berlangsung.

Aturan kebijakan pemakaian listrik sesuai kemampuan pelanggan

Pemikiran tersebut terlintas saat setelah saya mengerjakan perhitungan minimum pemakaian listrik dari beberapa kapasitas listrik terpasang golongan rumah tangga mulai dari kapasitas 1300VA s/d 6600VA. Nilai-nilai yang dihasilkan cenderung mengacu pada batas maksimum pemakaian listrik yang mungkin terjadi hanya di rumah yang tidak mengoperasikan 1 unit PC (Personal Computer) dan / atau 1 unit AC (Air Conditioner) selama 8 jam sehari dalam sebulan. Atau, rumah yang dengan kapasitas listrik terpasang maksimum sebesar 900VA.

Dengan kata lain, ada biaya tetap yang harus ditanggung pelanggan pascabayar mulai 1300VA sebagai konpensasi pencadangan atas biaya minimum listrik berdasarkan nilai kapasitas terpasang yang pasti digunakan dan dinikmati untuk kemungkinan pemakaian perangkat elektronik / listrik yang bersifat bukan-primer. Hal ini tidak terjadi pada pelanggan prabayar karena mereka terlebih dulu telah mencadangkan seluruh biaya pemakaian listriknya melalui pembelian voucher listrik. Sehingga, jika ada pelanggan pascabayar berkeberatan untuk memenuhi konpensasi biaya minimum tersebut, maka (sekali lagi) dipersilahkan untuk beralih ke meteran prabayar.

Nah, jika di rumah kita memasang AC dan menggunakan PC selama 8 jam setiap hari, akankah jumlah pemakaian listrik selama sebulan bisa di bawah nilai minimum pemakaian sebagaimana yang telah ditetapkan?

Tidak akan pernah! Bahkan melebihi! Hitungan nilai pemakaian minimum untuk kapasitas listrik 6600VA saja adalah sebesar :

= 40 jam x (6600VA x 0,8)
= 40 jam x 5.280 Watt
= 211.200 Watt atau 211,2 kWh

Sedangkan pemakaian listrik untuk 1 unit PC (rata-rata 550 Watt per jam) selama 8 jam setiap hari dalam 1 bulan adalah sebesar :

= 550 / 1000 x 8 x 30
= 0,55 x 8 x 30
= 4,4 x 30
= 132 kWh sebulan

Jika ditambahkan dengan pemakaian AC 1 PK selama 8 jam sehari dalam sebulan, kita asumsikan konsumsi dayanya sama dengan PC di atas, maka akan menjadi :

= 132 x 2
= 264 kWh sebulan

Terlihat benar perbedaan nilainya, bukan? Nilai itu belum termasuk pemakaian daya untuk kulkas, lampu, televisi dll. Nilai minimum pemakaian untuk kapasitas listrik di bawah 6600VA, akan jauh lebih kecil lagi. Sedangkan, dalam pemakaian yang sebenarnya oleh pelanggan, bisa juga digunakan untuk mengoperasikan AC dan PC secara bersamaan.

Lalu, apa yang sebenarnya coba diterapkan dari penetapan tarif listrik per kwh tahun 2015 tersebut?

Keleluasaan pelanggan dalam menentukan metode pembayaran

Dari hitung-hitungan di atas, saya tidak menemukan bahwa aturan jumlah minimum pemakaian listrik tersebut bersifat memberatkan bagi pelanggan pascabayar. Saya melihat nilai minimum pemakaian tersebut, cenderung difungsikan seperti uang jaminan yang pasti “harus” diterima oleh PLN atas biaya yang dikeluarkan untuk mencadangkan listrik para pelanggan pascabayar. Apakah memang perlu diberlakukan hingga sejauh itu?

Jika pelanggan membutuhkan kondisi listrik siap-nyala untuk mengoperasikan perangkat-perangkat elektronik / listrik yang ada di rumah selama satu bulan penuh, maka PLN perlu mencadangkan untuk memenuhi besaran listrik tersebut. Dari tindakan pencadangan listrik tersebut, PLN harus mengeluarkan “biaya-dimuka” untuk tetap men-siaga-kan sejumlah besaran listrik agar bisa terpenuhi saat kapanpun pelanggan pascabayar membutuhkannya.

Biaya-dimuka yang sudah dikeluarkan ini, tidak dapat diketahui “akan-kah” ter-realisasi sebesar yang dicadangkan atau tidak. Jadi, sebelum lewat waktu satu bulan pelanggan menggunakan listrik di rumahnya, PLN tidak bisa berbuat apa-apa untuk meng-klaim biaya-dimuka yang telah dikeluarkan membayar pencadangan listrik pelanggan. Seandainya pemakaian listrik pelanggan hingga akhir bulan, ternyata, kurang dari biaya-dimuka yang telah dikeluarkan, maka otomatis PLN merugi.

Bukankah listrik yang telah dicadangkan akan tetap ada dan sama jumlahnya selama tidak digunakan oleh pelanggan? Dimana kerugian PLN selama listrik yang telah dicadangkan itu sama sekali tidak digunakan?

Biar bagaimanapun juga, tetap ada biaya pemeliharaan untuk semua tindakan mencadangkan listrik yang telah dikerjakan. Saya tidak mengerti mengenai listrik hingga sejauh itu. Dalam pemahaman saya mengenai energi listrik yang dicadangkan adalah sama dengan energi listrik yang tersimpan dalam batu-baterai. Jika kita membeli baterai, listrik yang ada di dalamnya pasti akan berkurang seiring berjalannya waktu. Meskipun, baterai tersebut sama sekali belum kita gunakan.

Jadi, seandainya PLN membuat aturan yang “sedikit memaksa” pelanggan pascabayar untuk memenuhi nilai minimum pemakaian selama satu bulan, menurut saya adalah hal yang bisa dimaklumi kewajarannya. Selain itu, besaran nilai minimum pemakaian yang ditetapkan tersebut, pasti akan terlampaui dengan pengoperasian perangkat-perangkat elektronik / listrik yang ada di rumah setiap hari.

Mungkin ada pemilik rumah yang memasang AC dan menggunakan PC menyatakan, bahwa tidak selalu 8 jam setiap hari dalam sebulan kedua perangkat tersebut dioperasikan. Bahkan jarang dioperasikan dalam sebulan. Jika memang demikian kondisi yang ada, PLN memberikan dua pilihan :

  1. pelanggan bisa menggunakan meteran prabayar dimana PLN akan mencadangkan listrik yang dibutuhkan sebagaimana nilai voucher listrik yang telah dibeli pelanggan.
  2. pelanggan tetap menggunakan meteran pascabayar, namun harus memenuhi nilai pemakaian minimum listrik yang telah ditentukan sebagai konpensasi biaya pencadangan listrik yang belum digunakan oleh pelanggan.

Seandainya konsep pemikiran seperti itu yang kini diterapkan PLN, menurut saya, merupakan cara yang cukup bijak dan relevan dalam upaya meluruskan tujuan sebenarnya agar pemakaian listrik bisa lebih terarah sesuai kemampuan keuangan dan kepentingan masing-masing pelanggan PLN.

Memaksimalkan fungsi keberadaan meter prabayar

Selain itu, dengan diterbitkannya aturan tentang tarif listrik per kWh yang berlaku mulai Januari 2015 tersebut, kini setiap pelanggan PLN dapat membeli dan memiliki perangkat elektronik / listrik apapun yang berdaya Watt besar untuk memenuhi kepentingan sehari-hari di rumah, tanpa perlu lagi mengkhawatirkan perbedaan besaran tarif listrik per kWh akibat penambahan daya. Karena, tarif yang diberlakukan adalah sama untuk semua golongan kapasitas listrik terpasang.

Untuk meminimalkan terjadinya “biaya-dimuka” akibat pencadangan listrik untuk pelanggan yang melakukan penambahan daya, aturan main pemasangan meter listrik baru yang digunakan ditetapkan harus meter prabayar. Dampaknya, tidak akan ada lagi minimum pemakaian yang harus dipenuhi oleh pelanggan. Semua pengaturan persediaan dan pemakaian listrik, sepenuhnya telah menjadi tanggung jawab pelanggan. PLN hanya bertindak memasok listrik ke setiap rumah sebagaimana jumlah yang tertera di meteran pelanggan.

Jadi, kebijakan tarif listrik 2015 ini cenderung bertujuan mengakomodir kepentingan akan listrik antara PLN (sebagai produsen) dan pelanggan (sebagai konsumen) menjadi lebih fleksibel dengan menggunakan meter prabayar. Berapa pun jumlah listrik yang hendak dipakai, pelanggan akan dikenakan tarif per kWh yang sama. Mulai dari 1300VA hingga di atas 6600VA. Pelanggan hanya diminta untuk memenuhi tindakan pembelian dimuka atas listrik yang akan digunakannya.

Dengan begitu, PLN tidak perlu lagi “menalangi” biaya pengadaan listrik yang harus dicadangkan lebih besar dari jumlah listrik yang sebenarnya dibutuhkan oleh pelanggan. Pemangkasan biaya akan pemeliharaan cadangan listrik akan terjadi dengan sendirinya. Itu sebabnya tidak dibutuhkan lagi biaya minimum pemakaian dari pelanggan prabayar.

 

Tarif yang lebih terjangkau bagi pelaku bisnis

Konsep kebijakan sejenis juga diterapkan pada pelanggan golongan bisnis. Bahkan, PLN memberikan tarif listrik per kWh jauh lebih murah dibandingkan golongan rumah tangga. Cukup “fair”, mengingat adanya biaya-biaya selain listrik yang harus dipenuhi pelanggan bisnis (terutama pelaku usaha menengah ke bawah) dalam menjalankan usaha mereka. Seperti upah pekerja, pajak usaha dsb.

Di bawah ini saya sertakan copy lampiran keputusan besaran tarif listrik yang harus ditanggung oleh pelaku bisnis per Januari 2015 dari situs resmi PLN :

Tarif-Bisnis-2015-small

Penyesuaian Tarif Tenaga Listrik tahun 2015.

Sebuah terobosan baru?

Dari sedikit cerita mengenai minimum pemakaian tarif listrik di atas, saya merasakan satu indikasi adanya upaya lebih nyata dalam pembenahan tujuan PLN agar lebih terarah dalam pengenaan besaran tarif dan pelayanan kepada pelanggan.

Semoga, dugaan saya mengenai adanya upaya pembenahan sebagaimana yang telah diceritakan di atas adalah memang benar demikian adanya. Dengan bisa terwujudnya keadaan seperti itu, kita (pelanggan) pun akan lebih mendapatkan kepastian bahwa porsi biaya beban listrik yang dibayarkan adalah bisa lebih mendekati dengan kemampuan dan kondisi keuangan pelanggan yang sebenarnya. Tidak hanya sekedar asal pengenaan tarif listrik berdasarkan kekuasaan dan pengaruh pelanggan dalam kapasitas pemerintahan.

Bukankah masih banyak yang memanfaatkan situasi seperti itu pada saat ini?

Mem-promosikan kebijakan baru PLN?

Tulisan dalam artikel ini, terasa ada keberpihakan saya sebagai penulis pada kebijakan PLN dalam aturan penetapan tarif listrik per kWh tahun 2015. Bisa jadi dan silahkan saja jika ada yang berasumsi demikian. Namun pada dasarnya, saya tetap harus meng-apresiasi-kan upaya apa pun yang ditempuh PLN dalam rangka untuk lebih memperbaiki kinerjanya. Bagi saya, PLN tetap sebagai produsen listrik dan saya adalah pelanggan mereka. Tidak ada gambaran relasi lebih nyata daripada itu.

Memburuknya administrasi penerapan tarif listrik oleh PLN, terjadi tidak lama setelah meteran prabayar dipublikasikan ke masyarakat. Saya tidak tahu apa yang telah terjadi sebenarnya di internal PLN, namun saya menduga penyebab kekacauan administrasi penerapan tarif listrik adalah keberadaan meteran prabayar membuat banyak ketimpangan dalam pembuatan kebijakan pengenaan tarif antara pelanggan pengguna meter prabayar dengan pascabayar.

Saat diterbitkannya keputusan penetapan tarif listrik per kWh untuk tahun 2015, saya masih memiliki anggapan yang sama dengan kebijakan pengenaan tarif di tahun sebelumnya… kacau-balau! Namun, setelah dipelajari lebih jauh, saya menemukan bahwa ada sesuatu hal lebih pasti dan terarah yang hendak dicapai dari kebijakan tersebut. Benar atau tidaknya temuan saya itu, harus dilihat bagaimana cerita penerapan selanjutnya yang dikerjakan oleh PLN.

Saya hanya mencoba untuk mendeskripsikan langkah kebijakan yang diambil oleh PLN berdasarkan hitungan “untung-rugi” yang diperoleh pelanggan secara umum. Tanpa melepaskan sejarah penetapan kebijakan tarif yang sebelumnya diberlakukan PLN, menurut saya, keputusan tarif listrik yang dikenakan tahun 2015 ini terlihat relevan menyasar kepada pemahaman pelanggan untuk berperilaku lebih menghargai dalam menggunakan listrik sehari-hari.

Untuk kasus penerapan tarif listrik yang masih kurang tepat dan cukup merugikan pelanggan, rasanya, saya harus lebih bersabar untuk menunggu beberapa waktu ke depan mengenai pembenahannya.

Jadi… pascabayar atau prabayar-kah?

Walau terasa ada hal positif yang dihasilkan dari pemahaman atas kebijakan tersebut, tidak serta-merta menyatakan saya menyetujui dan akan beralih secepatnya ke pemakaian meter prabayar. Untuk saat ini, saya tetap menggunakan meter pascabayar karena memang membutuhkan tetap seperti itu. Telah banyak upaya dan biaya pribadi yang dikeluarkan dalam bereksperimen untuk menjadikan listrik di rumah hingga dalam kondisi relatif benar-benar stabil. Saya memilih untuk tetap dikondisikan demikian dengan mempertahankan keberadaan meteran pascabayar yang terpasang saat ini.

Meskipun ada bagian nilai pemakaian minimum yang harus dipenuhi, menurut saya, nilai dan perlakuan yang dikenakan untuk besaran tersebut masih dalam batas wajar. Dan aturan tersebut, telah menjadi konsekuensi saya sebagai pelanggan pascabayar untuk menyetujuinya.

Terlepas dari kondisi kebutuhan pribadi tersebut, saya melihat bahwa perbedaan pemakaian dari masing-masing meteran hanya terjadi pada cara pembayaran yang menjadi kewajiban dan dikenakan ke masing-masing pelanggan. Yaitu : pengenaan nilai minimum pemakaian yang harus dipenuhi pelanggan pascabayar, sementara itu pelanggan prabayar harus melakukan pembelian listrik dimuka. Itu saja perbedaannya, sedangkan hasil akhir yang diperoleh keduanya tetap sama. Tidak ada pelanggan yang diuntungkan maupun dirugikan.

Saya rasa, dari cerita kebijakan penetapan tarif listrik 2015 ini, anda pun sudah bisa memerkirakan sejauh mana fungsi meteran prabayar dapat memberikan manfaat terbesar bagi kepentingan anda dalam menggunakan listrik di rumah.

Semoga bermanfaat!

6 tanggapan untuk “Memahami Kebijakan Tarif Tenaga Listrik Rumah Tangga tahun 2015

  1. Halo Pak Omar

    Kondisi di wilayah saya tegangan hanya 160 volt. Warga memakai listrik prabayar. Apakah pada meteran terbaca pemakaian listrik lebih boros? Mengingat pada tegangan 160V akan menarik arus lebih banyak daripada kondisi tegangan 200V.

    Sepemahaman saya sensor yang dibaca hanya arus saja.

    1. Hai Taufik,

      Untuk kategori perangkat listrik berteknologi baru, secara umum, saya rasa tidak. Karena, secara otomatis, perangkat akan padam atau tidak bisa dioperasikan jika mendapatkan kondisi asupan voltase listrik diluar batas toleransi nya. Jika perangkat masih bisa dioperasikan, maka perangkat akan mengkonsumsi daya dalam jumlah yang sama meskipun dalam kondisi voltase listrik drop.

      Beberapa produk perangkat elektronik / listrik berteknologi lama, yang dibungkus dengan casing teknologi baru, bisa dioperasikan dalam kondisi voltase drop. Namun, kinerja perangkat akan turut tidak maksimal mengikuti besaran voltase yang diterimanya. Perangkat seperti ini yang sulit dipastikan besaran konsumsi dayanya apabila diperbandingkan dengan kinerjanya.

      Hingga saat ini, saya belum bisa menemukan gambaran cara mengetahui konsumsi daya yang pasti untuk model perangkat elektronik / listrik seperti itu dalam kondisi voltase listrik drop.

      Salam…

  2. karena petugas PLN tidak bisa cek meteran saat saya liburan 3 bulan, mereka pakai perkiraan rata-rata. Dan akibatnya angka yang tercatat di database PLN lebih besar 700kwh. Setelah komplain dan dicek, maka disesuaikan pada bulan berikutnya. Namun bagaimana cara PLN menyesuaikannya? Dengan mencatat pemakaian bulan tersebut 0kwh dan biaya yang dikenakan sebesar tarif minimum dengan faktor daya = 1.0 (untuk meteran saya yang 1300VA dibebankan 52kwh/bulan). Jadi bagi yang pernah alami hal yang sama, mohon berhati-hati. Mungkin lebih baik buat papan di depan rumah posisi meter per tanggal 25 sebesar angka akhir bulan lalu ditambah dengan 52 kwh, agar Anda tidak membayar 70an hingga ratusan ribu untuk pemakaian 0kwh.

Komentar ditutup.